"WELCOME TO MY BLOG * DZIA UNTAIAN CINTA *"

Kamis, 24 Maret 2016

MAKALAH PEMBERIAN CAIRAN INTRAVENA


BAB I

PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG


Pemberian cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh ke dalam pembuluh vena untuk memperbaiki atau mencegah gangguan cairan dan elektrolit,darah, maupun nutrisi (Perry & Potter, 2006). Pemberian cairan intravena disesuaikandengan kondisi kehilangan cairan pada klien, seberapa besar cairan tubuh yang hilang.Pemberian cairan intravena merupakan salah satu tindakan invasif yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.

Pemberian cairan melalui infuse adalah pemberian cairan yang diberikan pada pasien yang mengalami pengeluran cairan atau nutrisi yang berat. Tindakan ini membutuhkan kesteril-an mengingat langsung berhubungan dengan pembuluh darah. Pemberian cairan melalui infus dengan memasukkan kedalam vena (pembuluh darah pasien) diantaranya vena lengan (vena sefalika basal ikadan median akubiti), pada tungkai (vena safena) atau vena yang ada dikepala, seperti vena temporalis frontalis (khusus untuk anak-anak).

Selain pemberian infuse pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan, juga dapat dilakukan Pada pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.Dalam penulisan makalah ini akan di jelaskan pengertian pemberian cairan infuse, jenis-jenis cairan intravena, indikasi dan kontraindikasi, dan prosedur pemberian cairan infuse, cara mengihitung cairan infus.



B. TUJUAN.
Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
Infuse pengobatan dan pemberian nutrisi




BAB II

LANDASAN TEORI 


A. PENGERTIAN


Fungsi vena merupakan tekhnik penusukan vena melalui transkutan dengan stilet tajam yang kaku seperti angiokateter atau dengan jarum yang disambungkan pada spuit.(Eni Kusyati 2006. hal:267)

Pemberian cairan intravena merupakan pemberian cairan melalui alat intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, obat-obatan, pemantauan hemodinamik, serta mempertahankan fungsi jantung dan ginja(Schaffer, dkk, 2000). Pasien yang mendapat cairan intravena di rumah sakit mencapai 50% dari total seluruh pasien yang dirawat setiap tahunnya (Schaffer, dkk, 2000). 

Pada kondisi tertententu, pemberian cairan intra vena diperlukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Langkah ini efektif untuk memenuhi kebutuhan cairan eksternal secara langsung. Secara umum, tujuan terapi intra vena adalah untuk memenuhi kebutuhan cairan pada klien yang tidak mampu mengkonsumsi cairan oral secara adekuat, menambah asupan elektrolit untuk menjaga kesimbangan elektrolit, menyediakan glukosa untuk kebutuhan energi dalam proses metabolisme, memenuhi kebutuhan vitamin larut air, serta menjadi media untuk pemberian obat melalui vena. Lebih khusus, terapi intra vena di berikan pada pasien yang mengalami syok,intoksikasi berat, pasien pra dan pasca bedah, atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu(Mubarok, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin.2007 Hal:92-94)

Pemberian cairan infuse dapat di berikan pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan atau nutrisi yang berat. Pemberian cairan infuse ke dalam vena (pembuluh darah pasien) di antaranya pada vena lengan (vena safalika basilea dan mediana kabiti), pada tungkai (vena sakena), atau pada vena yang ada di kepala, seperti : vena temporalis krontolis (khusus untuk anak-anak). Selain pemberian infuse pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan, juga dapat dilakukan pada pasien yang mengalami syok, intoksikasi berat, pra dan pasca bedah, sebelum transfusi darah, atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.
(Hidayat,A Aziz alimul dan musrifatul ulyah. 2005. Hal:73-75)


Bagian cairan dari tubuh
Prosentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu dan tergantung beberapa hal antara lain :

a. Umur

b. Kondisi lemak tubuh

c. Sex
Perhatikan Uraian berikut ini :

Umur Prosentase

1. Bayi (baru lahir) 75 %

2. Dewasa :

a. Pria (20-40 tahun) 60 %

b. Wanita (20-40 tahun) 50 %

3. Usia Lanjut 45-50 %

Pada orang dewasa kira-kira 40 % baerat badannya atau 2/3 dari TBW-nya berada di dalam sel (cairan intraseluler/ICF), sisanya atau 1/3 dari TBW atau 20 % dari berat badannya berada di luar sel (ekstraseluler) yaig terbagi dalam 15 % cairan interstitial, 5 % cairan intavaskuler dan 1-2 % transeluler.



B. CAIRAN INTRA VENA

Jenis cairan intravena yang biasa di gunakan meliputi

1. Larutan nutrien.

Larutan ini berisi beberapa jenis karbohidrat (mis., dekstrosa dan glukosa) dan air. Larutan nutrien yang umum digunakan adalah 5°ro dekstrosa dalam air (D5W), 3,3% glukosa dalam 0,3%, NaCI, dan 5°/0 glukosa dalam 0,45% NaCl. Setiap 1 liter cairan Dextrose 5% mengandung 170-200 kalori; mengandung asam amino (Amigen, Ananosol, Travamin) atau lemak (Lipomul d-an Lyposyn).

2. Larutan elektrolit.

Larutan elektrolit melipvti lamtan saline, baik isotonik, hipotonik, maupun hipertonik. Jenis larutan elektrolit yang paling banyak digunakan adalah normal salin (isotonik), yaitu NaC10,9%. Contoh larukan elektrolit lainnya adalah laktat Ringer (Na’}, K’, Cl-, Ca-’) dan cairan Butter (Na‘ K+ Mgz+ Cl-, HC03 ).

Jenis-jenis Cairan

Cairan/larutan yang digunakan dalam terapi intravena berdasarkan osmolalitasnya dibagi menjadi:

a. Isotonik

Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas sama atau mendekati osmolalitas plasma. Cairan isotonik digunakan untuk mengganti volume ekstrasel, misalnya kelebihan cairan setelah muntah yang berlangsung lama. Cairan ini akan meningkatkan volume ekstraseluler. Satu liter cairan isotonik akan menambah CES 1 liter. Tiga liter cairan isotonik diperlukan untuk mengganti 1 liter darah yang hilang.

Contoh: NaCl 0,9 %, Ringer Laktat, Komponen-komponen darah (Albumin 5 %, plasma), Dextrose 5 % dalam air (D5W).

b. Hipotonik

Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih kecil daripada osmolalitas plasma. Tujuan cairan hipotonik adalah untuk menggantikan cairan seluler, dan menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk ke dalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di intrasel dan ekstrasel, sel tersebut akan membesar atau membengkak. Perpindahan cairan terjadi dari kompartemen intravaskuler ke dalam sel. Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan risiko peningkatan TIK. Pemberian cairan hipotonik yang berlebihan akan mengakibatkan:

1. Deplesi cairan intravaskuler

2. Penurunan tekanan darah

3. Edema seluler

4. Kerusakan sel

Karena larutan ini dapat menyebabkan komplikasi serius, klien harus dipantau dengan teliti.

Contoh: dextrose 2,5 % dalam NaCl 0,45 %, NaCl 0,45 %

c. Hipertonik

Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih tinggi daripada osmolaritas plasma. Pemberian larutan hipertonik yang cepat dapat menyebabkan kelebihan dalam sirkulasi dan dehidrasi. Perpindahan cairan dari sel ke intravaskuler, sehingga menyebabkan sel-selnya mengkerut. Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit ginjal dan jantung serta pasien dengan dehidrasi.

Contoh: D 5% dalam saline 0,9 %, D 5 % dalam RL, Dextrose 10 % dalam air, Dextrose 20 % dalam air, dan Albumin 25

Pembagian cairan/larutan berdasarkan tujuan penggunaannya:

a. Nutrient solution

Berisi karbohidrat ( dekstrose, glukosa, levulosa) dan air. Air untuk menyuplai kebutuhan air, sedangkan karbohidrat untuk kebutuhan kalori dan energi. Larutan ini diindikasikan untuk pencegahan dehidrasi dan ketosis.

Contoh: D5W, Dekstrose 5 % dalam 0,45 % sodium chloride

b. Electrolyte solution

Berisi elekrolit, kation dan anion. Larutan ini sering digunakan untuk larutan hidrasi, mencegah dehidrasi dan koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Contoh: Normal Saline (NS), Larutan ringer (sodium, Cl, potassium dan kalsium), Ringer Laktat /RL (sodium, Cl, Potassium, Kalsium dan laktat)

c. Alkalizing solution

Untuk menetralkan asidosis metabolik

Contoh : Ringer Laktat /RL

d. Acidifying solution

Untuk menetralkan alkalosis metabolik

Contoh : Dekstrose 5 % dalam NaCl 0,45 %, NaCl 0,9 %

e. Blood volume expanders

Digunakan untuk meningkatkan volume darah karena kehilangan darah/plasma dalam jumlah besar. (misal: hemoragi, luka baker berat)

Contoh : Dekstran, Plasma, Human Serum Albumin



Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:

a. Kristaloid

Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera.

Contoh: Ringer-Laktat dan garam fisiologis.

b. Koloid

Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.

Contoh: albumin dan steroid.

3. Cairan asam-basa.

Jenis cairan yang termasuk cairan asam-basa adalah natrium laktat dan natrium bikarbonat. Laktat merupakan sejenis garam yang dapat mengikat ion H’ dari cairan sehingga mengurangi keasaman lingkungan.


4. Volume ekspander.

Jenis larutan ini berfungsi meningkatkan volume pembuluh darah atau plasma, misalnya pada kasus hemoragi atau kom­bustio berat. Volume ekspander yang umttm digunakan antara lain dekstran, plasma, dan albumin serum. Cara kerjanya adalah dengan meningkatkan tekanan osmotik darah.

(Mubarok, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin.2007 Hal:92-94


TUJUAN
Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
Infuse pengobatan dan pemberian nutrisi

INDIKASI
Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya perawatan. 
Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung. 
Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot). 
Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan. 
Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri. 
Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar secara terus-menerus melalui IV. 

KONTRAINDIKASI 
Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus. 
Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah). 
Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).



C. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN

1) Cairan infus

2) Infus set

3) jarum infuse (20-22G untuk dewasa, 24-26G untuk anak-anak)

4) pengalas

5) tourniquet (untuk membendung aliran darah vena)

6) kapas alcohol

7) plaster

8) gunting

9) pencukur rambut

10) kassa steril

11) betadin

12) bengkok

13) sarung tangan sekalipakai

14) spolk (bila perlu)

15) Standar infuse


PERSIAPAN PASIEN/LINGKUNGAN
klien diberi penjelasan tenteng hal-hal yang dilakukan saat pemasangan infuse dengan menggunakan komunikasi yang terapeutik.jika keadaan memungkinkan.
pakaian klien pada daerah yang akan di pasang infuse, harus di buka (untuk mempermudah saat pemasangan infus) dan mencari venanya
identifikasi vena yang dapat di akses untuk tempat pemasangan jarum IV atau kateter :
hindari daerah penonjolan tulang
gunakan vena dibagian yang paling distal terlebih dahulu
hindarkan pemasangan selang intra vena di pergelangan tangan klien, di daerah yang mengalami peradangan, di ekstermitas yang sensasinya menurun.
bila pada lingkungan banyak klien, perlu dipasang sampiran



CARA MENGITUNG CAIRAN INFUS

• Mililiter per jam


cc/jam = jumlah total cairan infus (cc)
lama waktu pengifusan (jam)
Contoh: 3000 ml diinfuskan dalam 24 jam, maka jumlah milliliter perjamnya adalah sebagai berikut:
3000 / 24 = 125 ml/h

• Tetes per menit

Jumlah total cairan infus ( cc) x faktor tetesan

Lama waktu penginfusan ( menit)

Contoh: 1000 ml dalam 8 jam, faktor tetesan 20
1000 x 20 / 8 x 60 = 41 tpm (tetes per menit)

(Kusyati, Eni. 2006. keterampilan dan prosedur laboraturium keperawatan dasar, hal 275)



PRODSEDUR KERJA

1. Bidan mencuci tangan

2. Memberitahu tindakan yang akan dilakukan dan pasang sampiran

3. Mengisis selang infuse

4. Membuka plastik infus set dengan benar

5. Tetap melindungi ujung selang seteril

6. Menggantungkan infus set dengan cairan infus dengan posisi cairan infus mengarah keatas

7. Menggantung cairan infus di standar cairan infuse

8. Mengisi kompartemen infus set dengan cara menekan ( tapi jangan sampai terendam )

9. Mengisi selang infus dengan cairan yang benar

10. Menutup ujung selang dan tutup dengan mempertahankan keseterilan

11. Cek adanya udara dalam selang

12. Pakai sarung tangan bersih bila perlu

13. Memilih posisi yang tepat untuk memasang infuse

14. Memilih vena yang tepat dan benar

15. Memasang tourniquet

16. Desinfeksi vena dengan tekhnik yang benar dengan alkohol dengan tekhnik sirkuler atau dari atas ke bawah sekali hapus

17. Buka kateter ( abocath ) dan periksa apakah ada kerusakan

18. Menusukan kateter / abocath pada vena yang telah dipilih dengan apa arah dari arah samping dengan derajat 45 0.

19. Memperhatikan adanya darah dalam kompartemen darah dalam kateter, bila ada maka mandrin sedikit demi sedikit ditarik keluar sambil kateter dimasukan perlahan-lahan

20. Torniquet dicabut

21. Menyambungkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu dikeluarkan cairannya sedikit, dan sambil dibiarkan menetes sedikit

22. Memberi plester pada ujung plastik kateter / abocath tapi tidak menyentuh area penusukan untuk fiksasi

23. Membalut dengan kassa bethadine seteril dan menutupnya dengan kassa seteril kering

24. Memberi plester dengan benar dan mempertahankan keamanan kateter / abocath agar tidak tercabut

25. Mengatur tetasan infus sesuai dengan kebutuhan klien

26. Alat-alat dibereskan dan perhatikan respon klien

27. .Perawat cuci tangan

28. Catat tindakan yang dilakukan



MENURUT TEORI
siapkan peralatan dan bawa ke dekat klien
cuci tangan
siapkan cairan infuse dan infuse set

4. buka kemasan steril dengan menggunakan tekhnik aseptic

R = mencegah kontaminasi pada objek steril

5. periksa larutan dengan menggunaan “lima tepat” :

· tepat klien

· tepat obat (tanggal kadaluarsa)

· waktu

· dosis (tetesan infuse yang di butuhkan)

· rute (jalan yang diberikan melalui IV)

Yakinkan tambahan resep (missal : kalium dan vitamin, oxsitosin ) telah di tambahkan. Observasi kebocoran kantung cairan.

R = larutan IV adalah obat dan harus dengan hati-hati diperiksa untuk mengurangi resiko kesalahan. Larutan yang berubah warna , mengandung partikel, atau kadaluarsa tidak di gunakan. Kebocoran kantung menunjukkan kesempatan kontaminasi dan tidak boleh di gunakan.

6. buka penutup botol invus dan buka set infuse dengan mempertahankan sterilitas dari kedua ujung.

R = mencegah bakteri masuk ke peralatan infuse dan aliran darah.

7. Tempatkan klem rol kurang lebih 2-5 cm di bawah ruang drip dan gerakkan klem rol pada posisi “off”

R = kedekatan klem rol pada ruang drip memungkinkan pengaturan lebih akurat tentang kecepatan aliran. Gerakkan klem pada “off” mencegah penetesan cairan pada klien, perawat, tempat tidur, atau lantai.

8. lepaskan pembungkus lubang slang IV pada kantung larutan IV plastic. Tusukkan set infuse ke dalam kantung cairan atau botol.

R = memberi akses untuk insersi slang infuse ke dalam larutan

NB=jangan menyentuh jarum penusuk botol infuse karena bagian ini steril.jika misal jarum jatuh kelantai, buang slang IV tersebut dang anti dengan yang baru.

9. aliran larutan IV pada slang infuse. Tekan ruang drip dan lepaskan, ini memungkinkan pengisian 1/3 sampai ½ penuh.

R = menjamin slang bersih dari udara sebelum penyambungan ke IV, dan mencegah udara masuk ke dalam slang.

10. pelindung jarum tidak di lepas dan lepaskan klem rol untuk memungkinkan cairan mengalir dari ruang drip melalui slang ke adapter jarum. Kembalikan klem rol ke posisi “off” setelah slang terisi.

R = pengisian lambat slang menurunkan turbelens dan terbentuknya gelembung. Keluarkan udara dari slang dan biarkan slang terisi larutan. Penutupan klem mencegah kehilangan cairan yang tidak sengaja.

11. Yakinkan slang bersih dari udara dan gelembung udara.

R = gelembung udara besar dapat bertindak sebagai emboli

12. Pasang perlak
Jika ada rambut, cukur daerah tersebut ± 2 inchi / 5cm

R = Mengurangi resiko kontaminasi dari bakteri pada rambut. Juga membantu mempertahankan keutuhan balutan intra vena dan membuat pelepasan plester tidak terlalu menimbulkan nyeri. Pencukuran dapat menyebabkan mikroabrasi dan menjadi predis posisi terjadinya infeksi ( metheny,1996).

14. Apabila memungkinkan, letakkan ekstermitas pada posisi dependen ( dalam keadaan ditompang sesuatu).

R = Memungkinkan dilatasi vena sehingga vena dapat dilihat.

15. Siapkan alat2 yang tidak steril:

a) Pasang perlak dibawah tangan/area yang akan di infuse

b) Siapkan plester ukuran 1.25 panjang ± 9cm

c) Siapkan kasa steril

d) Buka insersi bevel

R = untuk mempermudah saat melakukan tindakan

16. pasang tourniquet ± 5-7 inchi / 10-15 cm di atas / di daerah yang akan ditusuk

R = tourniquet menekan aliran balik vena tetapi tidak menyumbat aliran arteri.

17. Kenakan sarung tangan (tangan kanan steril tangan kiri bersih)

R = mengurangi pemaparan pada organisme HIV , hepatitis dan organismme yang di tularkan melalui darah.

18. Bersihkan daerah penusukan dengan kapas alcohol dengan arah melingkar dari tengah ketepi

R = agar terhindar dari mikroorganisme / tidak terkontaminasi

19. Lakukan fungsi vena. Fiksasi vena dg meregangkan kulit berlawanan dg arah insersi 5-7 cm dari arah distal ke tempat fungsi vena

a) ONC = insersi bevel (bagian ujung jarum yang miring) dg membentuk sudut 20-30 derajat searah dg aliran balik darah vena distal terhadap tempat fungsi vena yang sebenarnya.

R = memungkinkan perawat menempatkan jarum menjadi pararel dg vena sehingga saat vena difungsi,resiko menusuk vena sampai tembus keluarr berkurang

20. Lihat aliran balik melalui srelang jarum aliran balik darah di ONC,yang mengindikasikan bahwa jarum telah memasuki vena. Jika sudah terasa pas masuk ke vena insersi bevel di landaikan dan di masukkan sampai penuh

R=penggunaan jari yang sama mempengaruhi terjadinya sensitifitas terhadap kajian yang lebih baik tentang kondisi vena.Rendahkan jarum sampai hamper menyentuih kulit. Masukkan lagi kateter sekitar seperempat inci ke dalam vena dan kemudian longgarkan stylet(bagian pangkal jarum yang di masukkan ke vena)

21. Stabilkan kateter dg salah satu tangan ,lepaskan tourniquet dan lepaskan stylet dari ONC, tekan ujung area penusukan.

R = Mengurangi aliran balik darah

22. Hubungkan adapter jarum infuse ke hub ONC atau jarum. Jangan sentuh titik masuk adapter jarum atau bagian dalam hub ONC .

R = dengan menghubungkan set infuse dengan tepat,kepatenan vena dicapai. Mempertahankan sterilisasi.

23. Lepaskan klem penggeser untuk memulai aliran infuse dengan kecepatan tertentu untuk mempertahankan kepetenan selang intra vena.

R= Memungkinkan aliran vena dan mencegah obstruksi aliran larutan IV.

24. Fiksasi kateter IV atau jarum:

25. Lepaskan sarung tangan sebelah kiri

R = agar plester tidak menempel pada sarung tangan.

26. Tempelkan plester kecil(1-25 cm) di bawah hub kateter dg sisi perekat kearah dan silangkan plester diatas hub.

R : Mencegah kateter lepas darivena tanpa sengaja.

27. Berikan sedikit larutan atau salep yodium-povidin pada tempat pungsi vena. Biarkan larutan mengering sesuai dengan kebijakan lembaga.

R : Larutan atau salep yodium-povidin merupakan antiseptic topical yang mengurangi bakteri pada kulit dan mengurangi resiko infeksi local atau sistemik. Apabila menggunakan balutan trasparan, larutan yodium-povidin direkomendasikan ; salep mengganggu perekatan balutan pada kulit.

28. Tempelkan plester kecil yang kedua, langsung silangkan ke hub kateter.

R : Mencegah terlepasnya infuse IV secara tidak sengaja

29. tempatkan kasa balutan yang berukuran 4 cm di atas fungsi vena dan hub kateter. Jangan menutupi hubungan antara selang intravena dan hub kateter. Tempelkan 2 lembar plaster mengikuti panjang kasa atau sepanjang 9 cm. sarung tangan dapat di lepas supaya tidak menempel ke plaster

a. Fiksasi selang infuse ke kateter dengan sepotong plester berukuran 2,5 cm.

R : Menstabilkan hubungan infuse dengan kateter lebih lanjut.

30. Buang sarung tangan dan rapikan alat yang sudah di gunakan ,selanjutnya cuci tangan

R = mengurangi penularan mikroorganisme

31. Tulis tanggal ,waktu pemasangan selang IV ,ukuran jarum, dan tanda tangan serta inisial perawat pada plaster.

R = Memberikan data yang cepat tentang tanggal insersi IV dan dapat di ketahui penggatian balutan selanjutnya

32. Atur kecepatan aliran untuk mengoreksi tetesan per menit

R =R memoertahankan kecepatan aliran larutan IV yang benar

33. Observasi klien setiap jam untuk menentukan responnya terhadap terapi cairan:
Jumlah larutan benar dan sesuai dangan program yang ditetapkan
Kecepatan aliran benar (tetesan per menit )
Kepatenan intra vena
Tidak terdapat infiltrasi, flebitis atau inflamasi.

R = memberikan evaluasi type dan jumlah cairan yang di berikan kepada klien secara berkesinambungan. inspeksi per jam mencegah terjadinya beban cairan berlebih tanpa sengaja atau hidrasi yang tidak adekuat



34. Evaluasi

Setelah di lakukan pemasangan infuse pada klien, tidak terlihat atau terdapat tanda-tanda peradangan.

35. Dokumentasi

Contoh dokumentasi :


Tgl

Implementasi/tindakan keperawatan


08/05/2015

Jam 09.30
Memasang infuse (tipe cairan)
Tempat insersi (melalui IV)
Kecepatan aliran (tetesan/menit)
Respon klien setelah dilakukan tindakan pemasangan infuse






BAB III

PENUTUP



A. Kesimpulan

Pemberian cairan melalui intravena sangat penting karena itu merupakan tindakan yang sangat tepat, semisal febris, memberian obat yang konsisten dan memerlukan pemeberian melalui intavena. Apalagi untuk tindakan perdarahan post partum, untuk itu bagi para medis di perlukan keterampilan dan skill yang tepat, untuk indikasi permasalahan tersebut .Kesimpulanya kesenjangan antara dilahan dan di teori tidak terlalu signifikan dan dan tidak menggangu fungsi pemeberian cairan intravena,





DAFTAR PUSTAKA



• Hidayat, A, dkk. 2005. Buku Saku: Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC

• Kusyati, Eni. 2006. keterampilan dan prosedur laboraturium kebidanan dasar. Jakarta:EGC

• 6. Arifianto.2006.Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids). http://www.sehatgroup.web.id/?p=20.admin.17.11.2012. 08:47

• Pawiroharjo, Sarwono, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Tridasa Printer.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tentang dzia untaian cinta