"WELCOME TO MY BLOG * DZIA UNTAIAN CINTA *"

Selasa, 24 Mei 2016

METODE PEMROGRAMAN LINIER



Metode Pemrograman linier pertama kali ditemukan oleh ahli statistika Amerika Serikat yang bernama Prof. George Dantzig (Father of the Linear Programming).

Pemrograman Linier disingkat PL merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. PL banyak diterapkan dalam masalah ekonomi, industri, militer, sosial dan lain-lain. PL berkaitan dengan penjelasan suatu kasus dalam dunia nyata sebagai suatu model matematik yang terdiri dari sebuah fungsi tujuan linier dengan beberapa kendala 

linier.
Lambang matematika dalam kalimat bahasa indonesia:
Lambang
Kalimat
=
sama dengan
tidak sama dengan
> 
lebih dari
< 
kurang dari
minimal
minimum
lebih dari dan sama dengan
tidak kurang dari
sekurang-kurangnya
sedikitnya
paling sedikit
... dan ke atas
maksimal
maksimum
kurang dari dan sama dengan
tidak lebih dari
selebih-lebihnya
banyaknya
paling banyak
... dan ke bawah
x<y<z
antara x dan z
x≤y≤z
tidak antara x dan z
x<y≤z
antara x dan tidak z
x≤y<z
antara tidak x dan z



Tahapan dalam penyelesaian optimasi dari Linear programming ini adalah sebagai berikut : 
Menentukan decision of variables 
Membuat objective function 
Memformulasikan constraints 
Menggambarkan dalam bentuk grafik 
Menentukan daerah kemungkinan/ "feasible" 
Menentukan solusi optimum. 

Dua jenis pendekatan yang sering digunakan dalam metode pemrograman linier ini, yaitu: 
Metode Grafik 
Digunakan untuk menyelesaikan optimasi dengan maksimum 2 variabel. 
Untuk variabel lebih dari 2, penyelesaiannya menggunakan metode kedua. 
Metode Simpleks 
Digunakan untuk proses dengan jumlah variabel lebih dari 2. 
Tahapan dalam metode simpleks ini lebih kompleks dibandingkan dengan metode grafik. 

Materi yang akan dibahas dalam modul ini, selengkapnya sebagai berikut:

1. Program linier dalam memaksimumkan suatu fungsi.

2. Program linier dalam meminimumkan suatu fungsi.



Tujuan Instruksional Umum

Secara umum, setelah membaca modul ini, diharapkan bisa mengaplikasikan teknik program linier dalam proses pengambilan keputusan, sehingga akan didapatkan keputusan yang optimal.

Tujuan Instruksional Khusus

Secara lebih terperinci, dengan mempelajari modul ini, diharapkan Mahasiswa mampu:

a. Menjelaskan syarat yang diperlukan untuk aplikasi grafik.

b. Menjelaskan cara membaca grafik.

c. Menjelaskan tabel informasi persoalan.

d. Menjelaskan Objective function.

e. Menjelaskan Constraint.

f. Memecahkan secara matematik untuk persoalan program linier.

g. Menjelaskan feasible region.

h. Menentukan optimalisasi pada tujuan maksimasi.

i. Menentukan optimalisasi pada tujuan minimasi..

Dua macam fungsi Program Linear:

♦ Fungsi tujuan : mengarahkan analisa untuk mendeteksi tujuan perumusan masalah
♦ Fungsi kendala : untuk mengetahui sumber daya yang tersedia dan permintaan atas sumber daya tersebut.


PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA



Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang harus menjiwai semua bidang pembangunan. Salah satu bidang pembangunan nasional yang sangat penting dan menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah pembangunan karakter bangsa. Ada beberapa alasan mendasar yang melatari pentingnya pembangunan karakter bangsa, baik secara filosofis, ideologis, normatif, historis maupun sosiokultural. 

Secara filosofis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah kebutuhan asasi dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat yang akan eksis. Secara ideologis, pembangunan karakter merupakan upaya mengejawantahkan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara normatif, pembangunan karakter bangsa merupakan wujud nyata langkah mencapai tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Secara historis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah dinamika inti proses kebangsaan yang terjadi tanpa henti dalam kurun sejarah, baik pada zaman penjajahan maupun pada zaman kemerdekaan. Secara sosiokultural, pembangunan karakter bangsa merupakan suatu keharusan dari suatu bangsa yang multikultural.


Pembangunan karakter bangsa merupakan gagasan besar yang dicetuskan para pendiri bangsa karena sebagai bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan nuansa kedaerahan yang kental, bangsa Indonesia membutuhkan kesamaan pandangan tentang budaya dan karakter yang holistik sebagai bangsa. Hal itu sangat penting karena menyangkut kesamaan pemahaman, pandangan, dan gerak langkah untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.


Pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, yang meliputi bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, pertahanan dan keamanan, hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana, serta pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Namun, di samping banyak kemajuan yang telah dicapai ternyata masih banyak masalah dan tantangan yang belum sepenuhnya terselesaikan, termasuk kondisi karakter bangsa yang akhir-akhir ini mengalami pergeseran.


Pembangunan karakter bangsa yang sudah diupayakan dengan berbagai bentuk, hingga saat ini belum terlaksana dengan optimal. Hal itu tecermin dari kesenjangan sosial-ekonomi-politik yang masih besar, kerusakan lingkungan yang terjadi di berbagai di seluruh pelosok negeri, masih terjadinya ketidakadilan hukum, pergaulan bebas dan pornografi yang terjadi di kalangan remaja, kekerasan dan kerusuhan, korupsi yang dan merambah pada semua sektor kehidupan masyarakat. Saat ini banyak dijumpai tindakan anarkis, konflik sosial, penuturan bahasa yang buruk dan tidak santun, dan ketidaktaataan berlalu lintas. Masyarakat Indonesia yang terbiasa santun dalam berperilaku, melaksanakan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah, mempunyai kearifan lokal yang kaya dengan pluralitas, serta bersikap toleran dan gotong royong mulai cenderung berubah menjadi hegemoni kelompok-kelompok yang saling mengalahkan dan berperilaku tidak jujur. Semua itu menegaskan bahwa terjadi ketidakpastian jati diri dan karakter bangsa yang bermuara pada :

1. disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila sebagai filosofi dan ideologi bangsa,

2. keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai esensi Pancasila,

3. bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,

4. memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa,

5. ancaman disintegrasi bangsa,

6. melemahnya kemandirian bangsa. 


Memperhatikan situasi dan kondisi karakter bangsa yang memprihatinkan tersebut, pemerintah mengambil inisiatif untuk memprioritaskan pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa seharusnya menjadi arus utama pembangunan nasional. Artinya, setiap upaya pembangunan harus selalu dipikirkan keterkaitan dan dampaknya terhadap pengembangan karaker. Hal itu tecermin dari misi pembangunan nasional yang memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007), yaitu terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan prilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotongroyong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks.


Pembangunan karakter bangsa memiliki urgensi yang sangat luas 

Nampak dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, seperti penghargaan terhadap nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, musyawarah mufakat, kekeluargaan, sopan santun, kejujuran, rasa malu dan rasa cinta tanah air dirasakan semakin memudar. Perilaku korupsi masih banyak terjadi, identitas ke-"kami"-an cenderung ditonjolkan dan mengalahkan identitas ke-"kita"-an, kepentingan kelompok, dan golongan seakan masih menjadi prioritas. Ruang publik yang terbuka dimanfaatkan dan dijadikan sebagai ruang pelampiasan kemarahan dan amuk massa. Benturan dan kekerasan masih saja terjadi di mana-mana dan memberi kesan seakan-akan bangsa Indonesia sedang mengalami krisis moral sosial yang berkepanjangan. Banyak penyelesaian masalah yang cenderung diakhiri dengan tindakan anarkis. Aksi demontrasi mahasiswa dan masyarakat seringkali melewati batas-batas ketentuan, merusak lingkungan, bahkan merobek dan membakar lambang-lambang Negara yang seharusnya dijunjung dan dihormati. Hal tersebut, menegaskan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bisa jadi kesemua itu disebabkan belum optimalnya upaya pembentukan karakter bangsa, kurangnnya keteladanan para pemimpin, lemahnya budaya patuh pada hukum, cepatnya penyerapan budaya global yang negatif dan ketidakmerataan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. 



Memudarnya Kesadaran terhadap Nilai-nilai Budaya Bangsa

Pembangunan di bidang budaya telah mengalami kemajuan yang ditandai dengan meningkatnya pemahaman terhadap keberagaman nilai-nilai budaya bangsa. Namun arus budaya global yang sering dikaitkan dengan kemajuan di bidang komunikasi mencakup juga penyebaran informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronika berdampak tehadap ideologi, agama, budaya dan nilai-nilai yang dianut manyarakat Indonesia. Pengaruh arus deras budaya global yang negatif menyebabkan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa dirasakan semakin memudar. Hal ini tercermin dari perilaku masyarakat Indonesia yang lebih menghargai budaya asing dibandingkan budaya bangsa, baik dalam cara berpakaian, bertutur kata, pergaulan bebas, dan pola hidup konsumtif, serta kurangnya penghargaan terhadap produk dalam negeri.


Berdasarkan indikasi di atas, globalisasi telah membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya dan strategi yang tepat agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa sehingga tidak kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia. 


Ancaman Disintegrasi Bangsa

Ancaman dan gangguan terhadap kedaulatan negara, keselamatan bangsa, dan keutuhan wilayah sangat terkait dengan posisi geografis Indonesia, kekayaan alam yang melimpah, serta belum tuntasnya pembangunan karakter bangsa, terutama pemahaman masalah multikulturalisme yang telah berdampak munculnya gerakan separatis dan konflik horisontal. Selain itu, belum meratanya hasil pembangunan antardaerah, primordialisme yang tak terkendali, dan dampak negatif implementasi otonomi daerah cenderung mengarah kepada terjadinya berbagai permasalahan di daerah. 



Melemahnya Kemandirian Bangsa

Kemampuan bangsa yang berdaya saing tinggi adalah kunci untuk membangun kemandirian bangsa. Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Kemandirian suatu bangsa tercermin, antara lain pada ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunan, kemandirian aparatur pemerintahan dan aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri yang semakin kukuh, dan kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok. Namun hingga saat ini sikap ketergantungan masyarakat dan bangsa Indonesia masih cukup tinggi terhadap bangsa lain. Konsekuensinya bangsa Indonesia dalam berbagai aspek kurang memiliki posisi tawar yang kuat sehingga tidak jarang menerima kehendak negara donor meskipun secara ekonomi kurang menguntungkan. Kurangnya kemandirian, juga tercermin dari sikap masyarakat yang menjadikan produk asing sebagai primadona, etos kerja yang masih perlu ditingkatkan, serta produk bangsa Indonesia dalam beberapa bidang pertanian belum kompetitif di dunia internasional.



Konsep Jati Diri dan Esensi Karakter Bangsa

Jati diri merupakan fitrah manusia yang merupakan potensi dan bertumbuh kembang selama mata hati manusia bersih, sehat, dan tidak tertutup. Jati diri yang dipengaruhi lingkungan akan tumbuh menjadi karakter dan selanjutnya karakter akan melandasi pemikiran, sikap dan perilaku manusia. Oleh karena itu, tugas kita adalah menyiapkan lingkungan yang dapat mempengaruhi jati diri menjadi karakter yang baik, sehingga perilaku yang dihasilkan juga baik. 

Karakter pribadi-pribadi akan berakumulasi menjadi karakter masyarakat dan pada akhirnya menjadi karakter bangsa. Untuk kemajuan Negara Republik Indonesia, diperlukan karakter yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Karakter yang berlandaskan falsafah Pancasila artinya setiap aspek karakter harus dijiwai ke lima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif yang dapat dijelaskan sebagai berikut.



Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa

Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa adalah bentuk kesadaran dan perilaku iman dan takwa serta akhlak mulia sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang tercermin antara lain hormat dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan, saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu; tidak memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain. 



Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Sikap dan perilaku menjunjung tinggi kemanusian yang adil dan beradab diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati antarwarga negara sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kemanusiaan seseorang tercermin antara lain dalam pengakuan atas persamaan derajat, hak, dan kewajiban; saling mencintai; tenggang rasa; tidak semena-mena terhadap orang lain; gemar melakukan kegiatan kemanusiaan; menjunjung tinggi nilai kemanusiaan; berani membela kebenaran dan keadilan; merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia serta mengembangkan sikap hormat-menghormati.



Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Komitmen dan sikap yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kebangsaan seseorang tecermin dalam sikap menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan; rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air Indonesia serta menunjung tinggi bahasa Indonesia; memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.



Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia

Sikap dan perilaku demokratis yang dilandasi nilai dan semangat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan merupakan karakteristik pribadi warga negara Indonesia. Karakter kerakyatan seseorang tecermin dalam perilaku yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara; tidak memaksakan kehendak kepada orang lain; mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama; beritikad baik dan bertanggung jawab dalam melaksanakan keputusan bersama; menggunakan akal sehat dan nurani luhur dalam melakukan musyawarah; berani mengambil keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.



Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan

Komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter berkeadilan sosial seseorang tecermin antara lain dalam perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan; sikap adil; menjaga keharmonisan antara hak dan kewajiban; hormat terhadap hak-hak orang lain; suka menolong orang lain; menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain; tidak boros; tidak bergaya hidup mewah; suka bekerja keras; menghargai karya orang lain.


Karakter yang Diharapkan

Untuk mencapai karakter bangsa yang diharapkan sebagaimana tersebut di atas, diperlukan individu-individu yang memiliki karakter. Oleh karena itu, dalam upaya pembangunan karakter bangsa diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk membangun karakter individu (warga negara). Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan. 


Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut. 

Ø Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik;

Ø Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;

Ø Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih;

Ø Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.


Olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa sebenarnya saling terkait satu sama lainnya. Oleh sebab itu, banyak aspek karakter yang dapat dijelaskan sebagai hasil dari beberapa proses. 



STRATEGI PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA



STRATEGI PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA

1. Strategi Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Sosialisasi

Sosialisasi dimaknai sebagai usaha sadar dan terencana untuk membangkitkan kesadaran dan sikap positif terhadap pembangunan karakter bangsa guna mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kunci utama pembentukan karakter bangsa adalah budaya yang lahir dari kebiasaan dan disosialisasikan berulang-ulang. Sosialisasi sebagai salah satu strategi pembangunan karakter bangsa dimaksudkan untuk membangun kesadaran masyarakat atau kelompok masyarakat tentang kondisi negara dan bangsa, terutama yang terkait dengan karakter bangsa. Dalam sosialisasi, akan terjadi proses penanaman, transfer nilai, dan pembakuan kebaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Secara umum, sosialisasi diartikan sebagai proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, perilaku baik langsung maupun tidak langsung. Di samping itu, sosialisasi juga bermakna interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja, tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam bentuk ekspresi seni dan teknologi. Fungsi sosialisasi dalam hal ini adalah untuk menginformasikan, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi.

Manusia pada hakikatnya memiliki daya cipta, rasa dan karsa dalam kehidupannya. Untuk menjaga eksistensi dan identitas jatidiri, manusia dengan daya cipta rasa dan karsa mampu menghasilkan karya baik yang berdimensi materiil maupun non materiil (spiritual). Dimensi materiil mengandung karya, yaitu kemampuan manusia untuk menghasilkan sesuatu yang bersifat kebendaan. Dimensi spiritual mengandung cipta dan rasa yang menghasilkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Manusia berusaha mendapatkan ilmu pengetahuan melalui logika, menyerasikan perilaku terhadap kaidah-kaidah melalui etika, dan mendapatkan keindahan melalui estetika. Hal itu semuanya merupakan kebudayaan.

Kebudayaan sebenarnya dimiliki oleh setiap masyarakat. Namun, sejalan dengan perkembangan masyarakat, berkembang pula pola-pola perilaku baru yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai normatif kebudayaan setempat sehingga menjadi pembiasaan. Padahal dapat saja nilai-nilai baru tersebut bertentangan dengan nilai luhur yang telah ada dan akibatnya justru membawa arah kebudayaan itu kepada kehancuran, bahkan mampu menghilangkan karakter dan jati diri bangsa.

Pada tahap inilah diperlukan rambu-rambu atau aturan terhadap unsur-unsur normatif kebudayaan, yakni penilaian apa yang seharusnya dan kepercayaan agar tidak terjadi pembiasaan-pembiasaan terhadap tata kelakuan yang menyimpang sehingga arah pembangunan kebudayaan menuju ke arah yang lebih baik.

Memperhatikan hal tersebut, proses sosialisasi terkait karakter bangsa menjadi sangat penting. Tanpa sosialisasi, proses penyadaran akan terabaikan dan selanjutnya dapat berujung pada hilangnya tradisi dan kebiasaan baik, yakni hilangnya nilai-nilai sosial budaya dan lunturnya karakter dari sebuah bangsa.

Agar sosialisasi dapat berlangsung efektif dan efisien, maka pemilihan media dan target sasaran menjadi sangat penting. Disadari atau tidak perkembangan teknologi informasi dengan media sebagai piranti utama, berimplikasi pada tatanan kehidupan umat manusia dalam berbagai dimensinya, baik dalam dimensi politik, ekonomi, sosial budaya, maupun agama. Kondisi ini patut diwaspadai sehingga masyarakat tidak terjebak pada kemajuan teknologi informasi semata tanpa berupaya. Dengan demikian, unsur media (cetak, elektronik, tradisional) harus diposisikan sebagai mitra strategis dalam upaya pembangunan karakter bangsa utamanya dalam hal sosialisasi.

Di samping unsur media, hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah penentuan kelompok-kelompok sasaran sehingga dampak sosialisasi segera merambah pada setiap anak bangsa, terutama generasi muda. Pada dasarnya kelompok sasaran adalah seluruh warga negara Indonesia, yang lebih difokuskan pada generasi muda. Adapun sasaran adalah pemerintah, dunia usaha dan industri, satuan pendidikan, organisasi sosial kemasyarakatan/ profesi, organisasi sosial politik, dan media massa.

2. Strategi Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan

Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/atau kelompok yang unik-baik sebagai warga negara. Hal itu diharapkan mampu memberikan kontribusi optimal dalam mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pendidikan merupakan tulang punggung strategi pembentukan karakter bangsa. Strategi pembangunan karakter bangsa melalui pendidikan dapat dilakukan dengan pendidikan, pembelajaran, dan fasilitasi. Dalam konteks makro, penyelenggaraan pendidikan karakter mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian mutu yang melibatkan seluruh unit utama di lingkungan pemangku kepentingan pendidikan nasional.


Peran pendidikan sangat strategis karena merupakan pembangun integrasi nasional yang kuat. Selain dipengaruhi faktor politik dan ekonomi, pendidikan juga dipengaruhi faktor sosial budaya, khususnya dalam aspek integrasi dan ketahanan sosial.

Disadari bahwa pembangunan karakter bangsa dihadapkan pada berbagai masalah yang sangat kompleks. Perkembangan masyarakat yang sangat dinamis sebagai akibat dari globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi tentu merupakan masalah tersendiri dalam kehidupan masyarakat. Globalisasi dan hubungan antarbangsa sangat berpengaruh pada aspek ekonomi (perdagangan global) yang mengakibatkan berkurang atau bertambahnya jumlah kemiskinan dan pengangguran. Pada aspek sosial dan budaya, globalisasi mempengaruhi nilai-nilai solidaritas sosial seperti sikap individualistik, materialistik, hedonistik yang seperti virus akan berimplikasi terhadap tatanan budaya masyarakat Indonesia sebagai warisan budaya bangsa seperti memudarnya rasa kebersamaan, gotong royong, melemahnya toleransi antarumat beragama, menipisnya solidaritas terhadap sesama, dan itu semua pada akhirnya akan berdampak pada berkurangnya rasa nasionalisme sebagai warga negara Indonesia. Akan tetapi, dengan menempatkan strategi pendidikan sebagai modal utama menghalangi virus-virus penghancur tersebut, masa depan bangsa ini dapat diselamatkan.

Secara makro pengembangan karakter dibagi dalam tiga tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Pada tahap perencanaan dikembangkan perangkat karakter yang digali, dikristalisasikan, dan dirumuskan dengan menggunakan berbagai sumber, antara lain :

1) filosofis: Pancasila, UUD 1945, dan UU N0.20 Tahun 2003 beserta ketentuan perundang-undangan turunannya;

2) teoretis: teori tentang otak, psikologis, pendidikan, nilai dan moral, serta sosial-kultural;

3) empiris: berupa pengalaman dan praktik terbaik, antara lain tokoh-tokoh, satuan pendidikan unggulan, pesantren, kelompok kultural, dll.

Pada tahap implementasi dikembangkan pengalaman belajar dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses pemberdayaan dan pembudayaan sebagaimana digariskan sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional. Proses ini berlangsung dalam tiga pilar pendidikan yakni dalam satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Dalam masing-masing pilar pendidikan akan ada dua jenis pengalaman belajar yang dibangun melalui dua pendekatan yakni intervensi dan habituasi. Dalam intervensi dikembangkan suasana interaksi belajar dan pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentulkan karakter dengan menerapkan kegiatan yang terstruktur. Agar proses pembelajaran tersebut berhasil guna, peran guru sebagai sosok panutan sangat penting dan menentukan. Sementara itu dalam habituasi diciptakan situasi dan kondisi dan penguatan yang memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikannya, di rumahnya, di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai dan menjadi karakter yang telah diinternalisasi dan dipersonalisasi dari dan melalui proses intervensi. Proses pembudayaan dan pemberdayaan yang mencakup pemberian contoh, pembelajaran, pembiasaan, dan penguatan harus dikembangkan secara sistemik, holistik, dan dinamis.

Pelaksanaan pendidikan karakter dalam konteks makro kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, merupakan komitmen seluruh sektor kehidupan, bukan hanya sektor pendidikan nasional. Keterlibatan aktif dari sektor-sektor pemerintahan lainnya, khususnya sektor keagamaan, kesejahteraan, pemerintahan, komunikasi dan informasi, kesehatan, hukum dan hak asasi manusia, serta pemuda dan olahraga juga sangat dimungkinkan.

Pada tahap evaluasi hasil, dilakukan asesmen program untuk perbaikan berkelanjutan yang dirancang dan dilaksanakan untuk mendeteksi aktualisasi karakter dalam diri peserta didik sebagai indikator bahwa proses pembudayaan dan pemberdayaan karakter itu berhasil dengan baik, menghasilkan sikap yang kuat, dan pikiran yang argumentatif.

Pendidikan karakter dalam konteks mikro, berpusat pada satuan pendidikan secara holistik. Satuan pendidikan merupakan sektor utama yang secara optimal memanfaatkan dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi, memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus-menerus proses pendidikan karakter di satuan pendidikan. Pendidikanlah yang akan melakukan upaya sungguh-sungguh dan senantiasa menjadi garda depan dalam upaya pembentukan karakter manusia Indonesia yang sesungguhnya. Pengembangan karakter dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan pendidikan; kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat.

Pendidikan karakter dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Khusus, untuk materi Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan – karena memang misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap – pengembangan karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/metode pendidikan karakter. Untuk kedua mata pelajaran tersebut, karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran dan juga dampak pengiring. Sementara itu mata pelajaran lainnya, yang secara formal memiliki misi utama selain pengembangan karakter, wajib mengembangkan rancangan pembelajaran pendidikan karakter yang diintegrasikan kedalam substansi/kegiatan mata pelajaran sehingga memiliki dampak pengiring bagi berkembangnya karakter dalam diri peserta didik.

Lingkungan satuan pendidikan perlu dikondisikan agar lingkungan fisik dan sosial-kultural satuan pendidikan memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga satuan pendidikan lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian di satuan pendidikan yang mencerminkan perwujudan karakter yang dituju. Pola ini ditempuh dengan melakukan pembiasaan dengan pembudayaan aspek-aspek karakter dalam kehidupan keseharian di sekolah dengan pendidik sebagai teladan.

Dalam kegiatan ko-kurikuler (kegiatan belajar di luar kelas yang terkait langsung pada materi suatu mata pelajaran) atau kegiatan ekstra kurikuler (kegiatan satuan pendidikan yang bersifat umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan Kepramukaan, Dokter Kecil, Palang Merah Remaja, Pecinta Alam, Liga Pendidikan Indonesia, dll.) perlu dikembangkan proses pembiasaan dan penguatan dalam rangka pengembangan karakter. Kegiatan ekstrakurikuler dapat diselenggarakan melalui kegiatan olahraga dan seni dalam bentuk pembelajaran, pelatihan, kompetisi atau festival. Berbagai kegiatan olahraga dan seni tersebut diorientasikan terutama untuk penanaman dan pembentukan sikap, perilaku, dan kepribadian para pelaku olahraga atau seni agar menjadi manusia Indonesia berkarakter. Kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh gerakan pramuka dimaksudkan untuk mempersiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa yang memiliki watak, kepribadian, dan akhlak mulia serta keterampilan hidup prima.

Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap perilaku berkarakter mulia yang dikembangkan di satuan pendidikan sehingga menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat masing-masing. Hal ini dapat dilakukan lewat komite sekolah, pertemuan wali murid, kunjungan/kegiatan wali murid yang berhubungan dengan kumpulan kegiatan sekolah dan keluarga yang bertujuan menyamakan langkah dalam membangun karakter di sekolah, di rumah, dan di masyarakat.

Dengan prinsip yang sama, pendidikan karakter dapat dilakukan pada jalur pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat, misalnya kursus keterampilan, kursus kepemudaan, bimbingan belajar, pelatihan-pelatihan singkat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun organisasi massa. Demikian pula pendidikan karakter dapat dilakukan pada kegiatan kemasyarakatan lainnya, seperti kegiatan karang taruna, keagamaan, olahraga, kesenian, sosial, atau kegiatan pelatihan penanggulangan bencana alam.

Pendidikan nonformal yang dilaksanakan pada lingkup dunia usaha berbentuk pendidikan dan pelatihan calon pegawai, pelatihan kewirausahaan, pelatihan kepemimpinan, dan pelatihan keterampilan profesi. Pada lingkup masyarakat politik dilakukan bentuk pelatihan dan kaderasisasi partai, pelatihan kepemimpinan, pelatihan etika politik dan pembudayaan politik. Sedangkan pada lingkup media masa, pendidikan nonformal berupa pelatihan dasar komunikasi, pelatihan kode etik jurnalistik, dan pemahaman profesi jurnalis dan pelatihan transaksi elektronik.

Pendidikan karakter pada kegiatan pendidikan dan latihan nonformal serta kegiatan kemasyarakatan tersebut dapat diarahkan untuk menanamkan kepedulian sosial, jiwa patriotik, kejujuran, dan kerukunan berkehidupan dalam masyarakat serta untuk mempersiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa yang memiliki watak, kepribadian, dan akhlak mulia. Pendidikan karakter pada pendidikan nonformal dilaksanakan dengan pendekatan holistik dan terintegrasi pada setiap aspek pekerjaan atau kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.

Strategi pembangunan karakter bangsa melalui program pendidikan memerlukan dukungan penuh dari pemerintah yang dalam hal ini berada di jajaran Kementerian Pendidikan Nasional. Oleh karena itu, fasilitasi yang perlu didukung berupa hal-hal sebagai berikut.

Pengembangan kerangka dasar dan perangkat kurikulum; inovasi pembelajaran dan pembudayaan karakter; standardisasi perangkat dan proses penilaian; kerangka dan standardisasi media pembelajaran yang dilakukan secara sinergis oleh pusat-pusat di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional.

Pengembangan satuan pendidikan yang memiliki budaya kondusif bagi pembangunan karakter dalam berbagai modus dan konteks pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan tinggi dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.

Pengembangan kelembagaan dan program pendidikan nonformal dan informal dalam rangka pendidikan karakter melalui berbagai modus dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal.

Pengembangan dan penyegaran kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, baik di jenjang pendidikan usia dini, dasar, menengah maupun pendidikan tinggi yang relevan dengan pendidikan karakter dalam berbagai modus dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait.

Pengembangan karakter peserta didik di perguruan tinggi melalui penguatan standar isi dan proses, serta kompetensi pendidiknya untuk kelompok Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) dan Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB); penelitian dan pengembangan pendidikan karakter; pembinaan lembaga pendidikan tenaga kependidikan; pengembangan dan penguatan jaringan informasi profesional pembangunan karakter dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait.



3. Strategi Pembangunan Karakter Bangsa melalui Pemberdayaan

Pemberdayaan merupakan salah satu strategi pembangunan karakter bangsa yang diarahkan untuk memampukan para pemangku kepentingan dalam rangka menumbuhkembangkan partisipasi aktif mereka dalam pembangunan karakter.

Lingkungan keluarga merupakan wahana pendidikan karakter yang pertama dan utama. Oleh karena itu orang tua perlu ditingkatkan kemampuannya sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan pembinaan dan pengembangan karakter. Pemberdayaan dilingkup keluarga dilakukan melalui:

1. penetapan regulasi yang mendorong orang tua dapat berinteraksi dengan sekolah, dan lembaga pendidikan yang terkait pembangunan karakter;

2. pemberian pelatihan dan penyuluhan tentang pendidikan karakter;

3. pemberian penghargaan kepada para tokoh-tokoh atau orang tua yang telah menunjukkan komitmennya dalam membangun karakter di lingkungan keluarga;

4. peningkatan komunikasi pihak sekolah dan lembaga pendidikan terkait dengan orang tua.

Satuan pendidikan merupakan wahana pembinaan dan pengembangan karakter siswa yang dilakukan secara formal di lingkungan sekolah. Adapun pemberdayaannya dapat dilakukan melalui:

a. regulasi tentang pengintegrasian pembelajaran karakter dalam semua mata pelajaran,

b. meningkatkan kapasitas sekolah sebagai wahana pendidikan karakter melalui pelatihan para guru;

c. penyediaan sumber-sumber belajar yang terkait dengan upaya pengembangan karakter siswa;

d. pemberian penghargaan kepada satuan pendidikan yang telah berhasil mengembangkan budaya karakter.

Pemerintahan merupakan unsur utama dalam pembangunan karakter bangsa. Hal ini karena pemerintah merupakan salah satu unsur yang memiliki kemampuan atau kelengkapan paling baik diantara pemangku kepentingan dalam upaya membangun karakter bangsa. Untuk itu pemberdayaan terhadap pemerintah adalah sangat strategis, yang dapat dilakukan melalui:

1. regulasi tentang kebijakan wahana pembangunan karakter bangsa secara terpadu;

2. peningkatan kapasitas penyelenggara pemerintahan terkait dengan pembangunan karakter;

3. pemantapan peran pemerintah dalam pemberian fasilitasi dalam rangka pembangunan karakter bangsa;

4. pemantapan fungsi pemerintah sebagai pemberi arah untuk meneruskan kebijakan-kebijakan pembangunan karakter bangsa yang telah diwujudkan kepada semua jajaran agar dipahami, dihayati dan diterapkan dalam etika berbangsa dan bernegara.

Pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat sipil merupakan salah satu strategi efektif dalam pembinaan dan pengembangan karakter. Langkah-langkah perberdayaan yang dapat dilaksanakan antara lain:

1. regulasi tentang pentingnya penyadaran pembangunan karakter bangsa;

2. memfasilitasi organisasi profesi, organisasi keagamaan, organisasi pemuda, organisasi usia lanjut yang bergerak dibidang pembangunan karakter bangsa.

Organisasi dan partai politik merupakan wahana yang sangat potensial dalam membangun karakter bangsa, karena di sana terhimpun masyarakat yang memiliki potensi untuk dikembangkan secara masif dalam hal pembangunan karakter bangsa. Pemberdayaan masyarakat politik menjadi penting dilakukan sehingga tumbuh partai politik dan organisasi politik yang berkemampuan dan penuh percaya dalam mengembangkan karakter bangsa terutama bagi anggotanya. Langkah-langkah pemberdayaan yang bisa dilakukan untuk masyarakat politik, diantaranya:

1. pengembangan kesadaran budaya bangsa melalui berbagai wacana dan media terhadap pentingnya penanaman nilai-nilai politik demokratis berdasarkan Pancasila, penghormatan atas HAM, nilai-nilai persamaan, anti kekerasan, serta nilai-nilai toleransi politik;

2. regulasi perumusan aspek-aspek politik bagi upaya pelembagaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai prasyarat terciptanya budaya politik yang egaliter, toleran dan damai;

3. fasilitasi upaya-upaya pengembangan wacana dialog bagi peningkatan kesadaran mengenai pentingnya memelihara persatuan bangsa;

4. fasilitasi upaya politik bagi penyempurnaan kurikulum sekolah-sekolah dengan muatan budaya lokal berintikan nilai–nilai budaya Demokrasi, HAM dan Etika Politik.

Dunia usaha memiliki peluang yang sangat besar untuk berperan sebagai komponen pembangun karakter bangsa. Adapun langkah-langkah pemberdayaan dapat dilakukan untuk pemberdayaan dunia usaha dan industri mencakup:

1. pengembangan kapasitas pembangunan karakter bangsa pada jajaran manajemen dunia usaha;

2. iklim yang mengarah pada penumbuhan kesadaran untuk membangun karakter bangsa di lingkungan karyawan perusahaan;

3. regulasi yang dapat menumbuhkan kemandirian dan daya saing produk perusahaan.



Media massa memiliki fungsi yang sangat strategis dalam membentuk karakter bangsa, karena pemberitaan/ penyiarannya mengandung informasi yang dapat memberikan pengaruh positif atau negatif terhadap publik. Langkah-langkah pengembangan yang dapat dilakukan untuk memberdayakan media massa, antara lain:

1. regulasi tentang pentingnya melalui media massa dalam membangun karakter;

2. pengembangan kapasitas melalui berbagai pelatihan tentang pembangunan karakter terhadap komunitas pers;

3. penghargaan kepada insan media massa yang berhasil mengembangkan pembangunan karakter bangsa.



4. Strategi Pembangunan Karakter Bangsa melalui Pembudayaan

Strategi pembangunan karakter bangsa melalui pembudayaan dilakukan melalui keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dunia usaha, partai politik, dan media massa. Strategi pembudayaan menyangkut pelestarian, pembiasaan, dan pemantapan nilai-nilai baik guna meningkatkan martabat sebuah bangsa. Strategi tersebut dapat berwujud pemodelan, penghargaan, pengidolaan, fasilitasi, serta hadiah dan hukuman.

Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi seseorang. Pendidikan dalam keluarga sangat berperan dalam mengembangkan karakter, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan moral, serta keterampilan sederhana. Dalam konteks ini proses sosialisasi dan enkulturasi terjadi secara berkelanjutan. Hal ini bertujuan untuk membimbing anak agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, tangguh, mandiri, kreatif, inovatif, beretos kerja, setia kawan, peduli akan lingkungan, dan lain sebagainya.

Peran orang tua dalam membentuk karakter anak sangat penting. Salah satunya dengan mengajarkan cara berbahasa dalam pergaulan sehari-hari kepada anak. Tentunya masih banyak contoh lain yang bisa dikembangkan, yaitu pembiasaan-pembiasaan lainnya sesuai lingkungan/budaya masing-masing, misalnya: membiasakan menghargai hasil karya anak walau bagaimana pun bentuknya dan tidak membandingkan hasil karya anak sendiri dengan anak lain atau temannya.

Keluarga dapat berperan sebagi fondasi dasar untuk memulai langkah-langkah pembudayaan karakter melalui pembiasaan bersikap dan berperilaku sesuai dengan karakter yang diharapkan. Pembiasaan yang disertai dengan teladan dan diperkuat dengan penanaman nilai-nilai yang mendasari secara bertahap akan membentuk budaya serta mengembangkan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan cara itu lingkungan keluarga dapat menjadi pola penting dalam pembudayaan karakter bangsa bagi anak dan generasi muda.

Dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan satuan pendidikan, perlu diterapkan totalitas pendidikan dengan mengandalkan keteladanan, penciptaan lingkungan dan pembiasaan hal-hal baik melalui berbagai tugas dan kegiatan. Pada dasarnya, pembudayaan lingkungan di satuan pendidikan dapat dilakukan melalui:

1) penugasan,

2) pembiasaan,

3) pelatihan,

4) pengajaran,

5) pengarahan,

6) keteladanan.

Semuanya mempunyai pengaruh yang kuat dalam pembentukan karakter peserta didik. Setiap kegiatan mengandung unsur-unsur pendidikan. Hal itu antara lain dapat dijumpai dalam kegiatan kepramukaan yang mengandung pendidikan kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan dan kebersamaan, kecintaan pada lingkungan, dan kepemimpinan. Dalam kegiatan olahraga terdapat pendidikan kesehatan jasmani, penanaman sportivitas, kerja sama dan kegigihan untuk berusaha.

Langkah pertama dalam mengaplikasikan pendidikan karakter dalam satuan pendidikan adalah menciptkan suasana atau iklim satuan pendidikan yang berkarakter yang akan membantu transformasi pendidik, peserta didik, dan tenaga kependidikan menjadi warga satuan pendidikan yang berkarakter. Hal ini termasuk perwujudan visi, misi, dan tujuan yang tepat untuk satuan pendidikan. Semua langkah dalam model pembelajaran nilai-nilai karakter ini akan saling berkontribusi terhadap budaya satuan pendidikan dan meningkatkan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Kepribadian seseorang dapat diperoleh melalui proses yang dialami sejak kelahiran. Pada tahap itu, ia mulai mempelajari pola-pola perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya dengan cara mengadakan hubungan dengan orang lain. Nilai-nilai dan norma luhur yang telah ada, pada saatnya nanti tentu akan mengalami gesekan-gesekan dengan nilai baru yang mau tidak mau akan dijumpai. Pada tahap inilah maka diperlukan sebuah internalisasi nilai yang kuat yang perlu dibangun dan dilaksanakan sejak dini agar masyarakat maupun warga negara sebagai entitas di dalamnya mampu menyaring berbagai dampak tersebut sehingga tidak akan kehilangan jati dirinya.

Pembudayaan di masyarakat ini dapat dilakukan melalui keteladaan tokoh masyarakat, pembiasaan nilai-nilai di lingkungan masyarakat, pembinaan dan pengembangan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, penegakan aturan yang berlaku.

Pemerintah harus menjadi teladan bagi pembudayaan karakter bangsa karena pemerintah harus dapat menjadi contoh warganya. Pemerintahan yang baik mencerminkan masyarakat yang baik. Masyarakat yang berkarakter mencerminkan warga negara yang berkarakter. Pemerintah dengan demikian harus selalu di garda depan dalam pembudayaan karakter dengan segala manifestasinya. Selain keteladan, pembudayaan dalam lingkup pemerintah dapat dilakukan dengan pembiasaan nilai-nilai di lingkungan pemerintah, peningkatan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta penegakan aturan.

Pembudayaan dalam lingkup masyarakat politik dapat dilakukan melalui keteladaan tokoh politik, pembiasaan nilai-nilai di lingkungan partai politik, santun dan beretika dalam berpolitik, peningkatan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta penegakan aturan.

Pembudayaan di dunia usaha/dunia industri dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan sebagai berikut:

1. informasi-informasi yang luas, aktual dan akurat agar dapat membuka ketertutupan pandangan dan wawasan, sehingga menimbulkan gairah untuk melakukan sesuatu yang diperlukan untuk tumbuh kemauan dan keinginan berprestasi,

2. motivasi dan arahan yang dapat menumbuhkan semangat untuk melaksanakan sesuatu atau beberapa tugas pekerjaan dengan adanya kepercayaan diri yang kuat, sehingga ada gairah untuk mewujudkan suatu tujuan guna melahirkan peningkatan produktivitas dan kemampuan diri;

3. metodologi dan sistem kerja yang memberikan cara penyelesaian masalah dengan efektif dan efesien, dan memberikan kemungkinan untuk memperbaiki prestasi secara terus-menerus hingga memberikan keahlian dan profesionalitas;

4. terbukanya kesempatan berperan, karena memiliki kemauan, prestasi, produktivitas, kemampuan teknis, profesional, sehingga menjadi dirinya menjadi manusia potensial, aktual dan fungsional.

Keempat hal tersebut pada dasarnya akan mendukung peningkatan sumber daya manusia yang mempunyai:

· Kreativitas konseptual, mampu mengembangkan gagasan, konsep, dan ide-ide cemerlang;

· Kreativitas sosial, yang dapat melakukan pendekatan dan terobosan-terobosan kemasyarakatan yang strategis;

· Kreativitas spiritual, mampu mengembangkan karakter kemanusian yang bertakwa dan berkepribadian manusiawi.

Pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia, akan melahirkan potensi manusia yang kreatif, produktif, dan berkepribadian yang pada gilirannya akan membentuk karakter yang kuat. Hal itu akan bermuara pada keteladanan para pelaku dunia usaha/dunia industri sehingga dapat menjadi tokoh teladan yang membangun nilai-nilai karakter, baik bagi dunia usaha/industri maupun bagi masyarakat luas, serta mampu membangun hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Adapun pembudayaan di media massa dapat dilakukan melalui berita-berita yang mendukung pembangunan karakter bangsa, keteladaan tokoh media, pembiasaan nilai-nilai di lingkungan media massa, pembinaan dan pengembangan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, serta penegakan aturan yang berlaku.

5. Strategi Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Kerjasama

Pada dasarnya, kunci akhir sebuah strategi ada pada kerjasama dan koordinasi. Berbagai kerjasama dan kordinasi dapat dilakukan antarwarga negara, antarkelompok, antarlembaga, antardaerah, dan bahkan antarnegara.

Ada beberapa cara yang dapat menjadikan kerjasama dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang telah disepakati. Hal itu dapat dimulai dengan saling terbuka, saling mengerti, dan saling menghargai. Setelah kerjasama dapat dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah koordinasi dan evaluasi. Bentuk koordinasi yang dapat dilakukan antara lain:

v koordinasi perencanaan kegiatan pendidikan karakter secara dinamis dari jenjang pendidikan usia dini, dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi sesuai konteks kebutuhan dan perubahan zaman;

v koordinasi dengan lembaga yang mengembangkan karakter bangsa melalui nilai budaya dan karya budaya;

v koordinasi kegiatan satuan pendidikan dengan lembaga pendidikan di alam terbuka, antara lain gerakan Pramuka, dalam hal penerapan silabi pendidikan karakter;

v koordinasi lembaga, agen, dan pemerhati yang saling terkait dengan pendidikan dan pengembangan karakter bangsa;

v koordinasi secara teknikal dengan lembaga yang mengembangkan kompetensi teknologi informasi dan komunikasi, multimedia dalam pembuatan materi interaktif pendidikan karakter;

v koordinasi dengan lembaga yang mengembangkan kompetensi jasmani (bidang olahraga) dalam perencanaan pendidikan karakter bidang kompetensi olahraga;

v koordinasi dengan lembaga yang mengembangkan kompetensi bidang psikologi dan komunikasi dalam perencanaan model proses pembelajaran pendidikan karakter sesuai penciri warga negara agar mampu mengadaptasikan dirinya dalam pluralitas karakter di lingkungan global.



ARAH SERTA TAHAPAN DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA TAHUN 2010—2025

ARAH SERTA TAHAPAN DAN PRIORITAS  PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA TAHUN 2010—2025
1.      Arah dan Sasaran
Pembangunan karakter bangsa diarahkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pencapaian visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005—2025, yaitu mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang maju, mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil makmur dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk mencapai visi tersebut, pembangunan nasional jangka panjang diarahkan untuk  mengemban misi sebagai berikut.
·         Mewujudkan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan berkeadaban;
·         Mewujudkan bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera;
·         Mewujudkan Indonesia yang demokratis, berlandaskan hukum, dan berkeadilan;
·         Mewujudkan rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta terjaganya keutuhan wilayah NKRI dan kedaulatan negara dari ancaman, baik dari dalam negeri maupun luar negeri;
·         Mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan;
·         Mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari;
·         Mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional;
·         Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.
Pembangunan karakter bangsa yang diemban pada misi pertama mengarahkan pada terwujudnya masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Hal ini mengandung arti memperkuat jati diri dan karakter bangsa melalui pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa; mematuhi aturan hukum; memelihara kerukunan internal dan antarumat beragama; melaksanakan interaksi antarbudaya; mengembangkan modal sosial; menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa; dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.
Secara eksplisit, keberhasilan pembangunan karakter bangsa ditandai dengan tercapainya sasaran sebagai berikut.
Terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Makin mantapnya budaya bangsa yang tecermin dalam meningkatnya harkat dan martabat manusia Indonesia, serta menguatnya jati diri dan kepribadian bangsa.
2.      Tahapan dan Prioritas
Untuk mencapai misi, pembangunan karakter bangsa jangka panjang 2010—2025 membutuhkan tahapan dan skala prioritas yang akan menjadi agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah. Tahapan dan skala prioritas yang ditetapkan mencerminkan pentingnya permasalahan yang hendak diselesaikan tanpa mengabaikan permasalahan lainnya. Oleh karena itu, skala prioritas dalam setiap tahapan berbeda, namun semua itu harus berkesinambungan dari periode ke periode berikutnya dalam rangka mewujudkan sasaran pokok pembangunan karakter yang ditetapkan. Tahapan dan skala prioritas pembangunan karakter dapat disusun sebagai berikut.
Ø  Tahap I dan Prioritas 2010 – 2014
Tahap ini merupakan fase konsolidasi dan implementasi dalam rangka (1) penyadaran pentingnya pembangunan karakter, peningkatan komitmen terhadap kebangsaan Indonesia, serta peningkatan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; (2) penyusunan perangkat kebijakan yang terpadu dan memberdayakan seluruh subjek yang terkait agar dapat melaksanakan pembangunan karakter bangsa secara efektif.
Pada tahap I ini, implementasi pembangunan karakter bangsa diarahkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang menyadari dan meyakini kembali Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa.  Para pimpinan pada tataran suprastruktur dan infrastruktur di birokrasi dan penyelenggara negara yang terdiri atas eksekutif, legislatif, dan yudikatif sebagai pemeran utama  harus mampu memberikan contoh keteladanan berperilaku yang berkarakter. Jajaran penyelenggara negara perlu menetapkan bahwa tanggung jawab membangun karakter bangsa adalah tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat. Keluarga sebagai satuan terkecil dalam masyarakat dapat dijadikan lingkungan awal pembelajaran karakter. Satuan pendidikan sebagai kepanjangan keluarga melanjutkan pembelajaran karakter melalui pendekatan yang menekankan keteladanan, pembimbingan, pembiasaan, dan penguatan melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Masyarakat pada hakikatnya merupakan lingkungan yang memberikan kontribusi proses pembelajaran karakter bagi warga negara maupun kelompok yang saling berinteraksi. Media massa, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh seni, dan  yang lainnya harus mampu dan mau memberikan informasi dan kontribusi yang positif dan edukatif bagi penanaman nilai-nilai karakter. Evaluasi dan monitoring atas implementasi tahap I dilakukan untuk menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaan dan pencapaian tujuan. Hasil evaluasi dan minitoring tahap I bermanfaat untuk umpan balik dan pemantapan persiapan implementasi tahap II.
Ø  Tahap II dan Prioritas 2015 – 2019
Tahap II merupakan fase pemantapan strategi dan implementasi. Prioritas pada tahap ini adalah melakukan pemantapan strategi dan implementasi pembangunan karakter. Prioritas tersebut berbentuk (1) pengukuhan nilai etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; (2) pengukuhan pelaksanaan pembangunan karakter bangsa. Pada tahap ini dimantapkan hasil-hasil penyadaran mengenai pembangunan karakter bangsa serta implementasinya  sehingga menjadi perilaku nyata secara perorangan maupun kolektif. Kesadaran dan pemahaman akan nilai-nilai baik karakter bangsa akan semakin kukuh jika didesain melalui perilaku konkret secara personal dan antarpersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Strategi dan implementasi pembangunan karakter dimantapkan melalui kegiatan nyata yang dilakukan oleh keluarga, komunitas, atau masyarakat dengan cara dan bentuk yang sesuai dengan budaya lokal dan nasional, serta budaya global yang diadaptasi melalui proses akulturasi. Hasil tahap ini adalah terbentuknya masyarakat yang menjunjung etika dan berkemampuan tinggi dalam memanifestasikan nilai-nilai luhur budaya bangsa dalam kehidupan sehari-hari. Evaluasi dan monitoring atas implementasi tahap II dilakukan untuk menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaan dan pencapaian tujuan. Hasil evaluasi dan minitoring tahap II bermanfaat untuk umpan balik dan pemantapan persiapan implementasi tahap III.
Ø  Tahap III dan Prioritas 2020 – 2025
Tahap III merupakan fase pengembangan berkelanjutan dari hasil yang telah dicapai pada tahap I dan II. Pengembangan dilakukan dengan upaya memaksimalkan faktor-faktor pendukung keberhasilan dan meminimalkan faktor penyebab kegagalan melalui proses monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan. Keberhasilan gerakan penyadaran pengembangan karakter bangsa serta pemantapan strategi dan pengembangan implementasi merupakan modal sosial yang sangat besar untuk melakukan langkah-langkah dalam tataran makro secara nasional. Oleh karena itu, tahap III mengarah pada prioritas peningkatan ketahanan nasional bangsa Indonesia dengan memupuk semangat persatuan dan kesatuan, toleransi antarumat beragama, antarsuku bangsa, antarras, antaradat, dan menjunjung tinggi kesetaraan gender atau pengarusutamaan gender.  Akhirnya akan timbul kesadaran kolektif bahwa perbedaan itu merupakan sebuah anugerah dan ke-bhineka-an itu merupakan kekuatan ketahanan nasional yang perlu dikukuhkan secara berkelanjutan dalam menjaga keutuhan NKRI.
Ketahanan nasional diupayakan dengan cara melakukan proses pengembangan karakter bangsa untuk menangkal dan meminimalkan sumber-sumber konflik bangsa. Pada gilirannya, ketahanan nasional dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan  akan sangat mudah tercipta jika nilai-nilai karakter bangsa dapat terinternalisasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hasil pada tahap III ini mengarah pada terwujudnya bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.


tentang dzia untaian cinta