Konsep Murabahah
a. Pengertian dan Makna
Dalam daftar istilah himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu
barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya
dengan harga yang lebih sebagai laba.
Murabahah merupakan bagian terpenting dari
jual beli dan prinsip akad ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk
yang ada di semua bank Islam. Dalam Islam, jual beli sebagai sarana tolong menolong antara
sesama umat manusia yang diridhai oleh Allah Swt.[8]
Jual beli Murabahah yang dilakukan
lembaga keuangan syariahdikenal dengan nama-nama sebagai berikut:
1.
al-Murabahah lil Aamir bi Asy-Syira’.
2.
al-Murabahah lil Wa’id bi Asy-Syira’.
3.
Bai’ al-Muwa’adah.
4.
al-Murabahah al-Mashrafiyah.
5.
al-Muwaa’adah ‘Ala al-Murabahah.
Sedangkan di negara Indonesia dikenal dengan jual beli Murabahahatau Murabahah Kepada
Pemesanan Pembelian (KPP).
b. Manfaat Murabahah
kepada Perbankan Syariah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi Murabahah memiliki
beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi.
Murabahah memberi banyak manfaat kepada bank
syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga
beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem Murabahah juga
sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank
syariah.
Diantara resiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut :
a.
Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
b.
Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi
bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah.
Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.
c.
Penolakan nasabah; barang yang dikirim
bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak
dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu sebaiknya
dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi
barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani
kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank.
Dengan demikian, bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
d.
Dijual; karena Murabahah bersifat
jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi
milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut,
termasuk untuk menjualnya. Jika demikian, resiko untuk default akan
besar.
Secara linguistik, murabahah berasal
dari kata ribh ( ٌحْبِر ) yang bermakna tumbuh dan berkembang serta beruntung
atau berlaba dalam perniagaan. Perniagaan yang dilakukan mengalami perkembangan
dan pertumbuhan. Menjual barang secara murabahah berarti menjual barang dengan
adanya tingkat keuntungan tertentu.
Menurut Fatwa DSN No. 4/DSN-MUI/IV/2000
“Bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan dan meningkatkan
kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syari’ah perlu memiliki fasilitas
murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan
harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih
sebagai laba”.
Menurut PSAK 102 (paragraf 5) adalah
menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan
yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut
kepada pembeli.
Menurut Heri Sudarsono, murabahah adalah
jual beli pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara
pihak bank dan nasabah.dalam murabahah, penjual menyebutkan harga pembelian
barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atas laba dalam jumlah
tertentu.pada perjanjian murabahah, bank membiayai pembelian barang yang
dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok, dan kemudian
menjualnyan kepada nasabahnya dengan harga yang ditambahkan keuntungan atau di
mark-up. Dengan kata lain, penjualan barang kepada nasabah dilakukan atas dasar
cost plus profit (penjualan ditambah keuntungan).
Menurut Zainul Arifin Murabahah adalah
kontrak jual beli atas barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut
penjual harus menyebutkan dengan jelas barang diperjual belikan dan tidak
termasuk barang haram. Dengan demikian juga harga pembelian dan keuntungan yang
diambil dan cara pembayarannya harus disebutkan dengan jelas. Dalam teknis
perbankan, murabahah adalah akad jual-beli antara bank selaku penyedia barang
(penjual) dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. bank memperoleh
keuntungan jual-beli yang disepakati bersama.
Sedangkan menurut Muhamad Syafi’i
Antonio murabahah adalah jual-beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntumgam yang disepakati. disini penjual harus harus memberi tahu harga
produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai
tambahannya.
Sedangkan menurut Veithzal Riva’i dan
Andria Permata adalah akad jual-beli atas suatu barang dengan harga yang
disepakati antara penjual dan pembeli, setelah sebelumnya penjual menyebutkan
dengan sebenarnya harga perolehan atas barang tersebut dan besarnya keuntungan
yang diperolehnya.
Menurut fiqih adalah akad jual beli atas
barang yang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian barang kepada
pembeli, kemudian ia mensyaratkan atasnya laba/keuntungan dalam jumlah
tertentu. Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk lumpsum atau presentase
tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran bisa dilakukan secara spot (tunai)
atau bisa bisa dilakukan dikemudian hari yang disepakati bersama. Dengan kata
lain murabahah adalah suatu akad jual-beli antara pihak shahibul mal dengan
mudharib atas barang tertentu dengan nilai menjualan disepakati bersama, atas
dasar penjualan kepada mudharib cost plus profit.
Dasar Hukum Serta Syarat Dan Rukun
Murabahah :
1.
Dasar Hukum
a.
Al-Qur’an
Al-Qur’an Surat Al- BAqarah [2] : 275 Artinya: Padahal allah telah menghalalkan
jual beli dan menghalalkan riba.
Al-Qur’an Surat An-Nisa’[4]: 29 M Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dalam perdangan yang berlaku
atas dasar suka sama suka diantara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu .
Sesungguhnya, Allah Maha Penyayang Kepadamu.
Bahwasanya dalil-dalil mengenai
murabahah merupakan dalil-dalil nash, walaupun dalam dalil-dalil tersebut tidak
disebutkan secara jelas mengenai keabsahan murabahah, akan tetapi menunjukkan
tentang jual beli yang dibenarkan dalam Al-Qur’an dan Sunah Nabi karena
murabahah sama juga dengan jual beli tidak mengenal riba serta dalam murabahah
dalam akaqnya tidak mengandung unsur gharar seperti yang diperjual-belikan
merupakan barang haram ,serta juga tidak mengandung unsur paksaan dalam arti
jual beli atas dasar suka–sama suka antara penjual dan pembeli.
b.
UU RI UU RI No. 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syari’ah Pasal 19 ayat
1d27 . “Kegiatan usaha Bank Umum Syari’ah meliputi: menyalurkan pembiayaan
berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna, atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip Syari’ah”.
c.
Pendapat Fatwa DSN
Tentang Produk Murabahah (Fatwa DSN No.
4/DSN-MUI/IV/2000). “Bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan
dan meningkatkan kesejahtraan dan berbagai kegiatan, bank syari’ah perlu
memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjualsuatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan
harga yang lebih sebagai laba.”
2. Syarat dan
Rukun Murabahah
Adapun syarat dan rukun pembiayaan
murabahah menurut Veithzal Riva’i dan Andria Permata Veithzal rukun dan syarat
adalah
a.
Syarat pembiayaan murabahah.
1)
Syarat yang
berakad (ba’i dan musytari) cakap hukum dan tidak dalam keadaan terpaksa.
2)
Barang yang
diperjualbelikan ( mabi’) tidak termasuk barang yang haram dan jenis maupun
jumlahnya harus jelas.
3)
Harga barang
(tsaman) harus dinyatakan secara transparan (harga pokok dan komponen
keuntungan) dan cara pembayarannya disebutkan dengan jelas.
4)
Pernyataan serah terima (ijab qabul) harus
jelas dengan menyebutkan secara spesifik pihak-pihak yang berakad.
b.
Rukun pembiayaan murabahah.
1.
Ba’i (penjual).
2.
Musytari
(pembeli).
3.
Mabi’ (barang
yang diperjual-belikan).
4.
Tsaman (harga
barang).
5.
Ijab qabul (pernyataan
serah terima)
Sedangkan menurut Muhamad Syafi’i Antonio syarat
pembiayaan murabahah antara lain:
1.
Penjual
memberitahu biaya modal kepada nasabah.
2.
Kontrak pertama
harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3.
Kontrak harus
bebas dengan riba.
4.
Penjual harus
menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
5.
Penjual harus
penyampaikan semua hal yang nberkaitan dengan pembelian, misalnya jika
pembelian dilakukan secara hutang.
Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d) atau (e)
tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan: a) Melanjutkan pembelian seperti apa
adanya. b) Kembali kepada penjual dan menyatakan. ketidaksetujuan atas barang
yang dijual.
c.
Membatalkan kontrak.
Adapun menurut Nurul Huda dan Mohamad
Heykal hal lain yang terkait syarat murabahah dapat diungkap secara sederhana
sebagai berikut:
a. Pihak yang berakad:
1) Cakap hukum.
2) Sukarela (ridha), tidak dalam keadaan
dipaksa/ terpaksa/ di bawah tekanan.
b. Objek yang diperjualkan:
1) Tidak termasuk yang
diharamkan/dilarang.
2) bermanfaat.
3) Penyerahannya dari penjual ke pembeli
dapat dilakukan.
4) Merupakan hal milik penuh pihak yang
berakad.
5) Sesuai spesifikasinya yang diterima
pembeli dan diserahkan penjual.
c. Akad/ sighat
1) Harus jelas dan disebutkan secara
spesifik dengan siapa berakad.
2) Antara ijab kabul (serah terima)
harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati.
3) Tidak mengandung klausal yang
bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada hal/kejadian yang akan datang.
4) Tidak membatasi waktu, misalnya: saya
jual ini kepada anda untuk jangka waktu 10 bulan setelah itu jadi milik saya
kembali .
Menurut Usmani, dalam buku Akad Dan
Produk Bank Syariah, karangan Ascara (2008), beberapa syarat pokok murabahah
diantara lain sebagai berikut:
1. Murabahah merupakan salah satu bentuk
jual beli ketika penjual secara eksplisit menyatakan biaya perolehan barang
yang akan dijualnya dan menjual kepada orang lain dengan menambahkan tingkat
keuntungan yang diinginkan.
2. Tingkat keuntungan dalam murabahah
dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama dalam bentuk lumpsum atau
presentase tertentu dari biaya.
3. Semua biaya yang dikeluarkan penjual
dalam rangka memperoleh barang, seperti biaya pengiriman, pajak dan sebagainya
dimasukkan ke dalam biaya perolehan untuk menetukan harga agregat dan margin
keuntungan didasarkan pada harga agregat ini. Akan tetapi, pengeluaran yang
timbul karena usaha, seperti gaji pegawai, sewa tempat usaha, dan sebagainya
tidak dapat dimasukkan kedalam harga untuk suatu transaksi. Margin keuntungan
yang diminta itulah yang mengcover pengeluaran-pengeluaran tersebut.
4. Murabahah dikatakan sah hanya ketika
biaya-biaya perolehan barang dapat ditentukan secara pasti, jika biaya-biaya
tidak dapat dipastikandipastikan, barang/ komoditas tersebut tidak dapat dijual
dengan prinsip murabahah.
Contoh (1): A membeli sepasang sepatu
seharga Rp 100 ribu. A ingin menjual sepatu tersebut secara murabahah dengan
margin 10 persen. harga sepatu dapat ditentukan secara pasti sehingga jual
murabahah tersebut sah.
Contoh (2) : A membeli jas dan sepatu
dalam satu paket dengan harga Rp 500 ribu . A dapat menjual paket jas dan
sepatu dengan prinsip murabahah., akan tetapi, A tidak dapat menjual sepatu
secara terpisah dengan prinsip murabahah, karena harga sepatu secara terpisah
tidak diketahui dengan pasti. A dapat menjual sepatu secara terpisah dengan harga
limpsum tanpa berdasarkan pada harga perolehan dan margin keuntungan yang
diinginkan.
3. Teori
Pembiayaan Bermasalah
Pembiayaan bermasalah merupakan
peminjaman yang tertunda atau ketidakmampuan peminjaman untuk membayar
kewajiban yang telah dibebankan.
Berdasarkan pendapat Muhamad faktor
terjadinya pembiayaan bermasalah pada murabahah yaitu diantaranya :
1.
Aspek internal.
a) Peminjam kurang cakap.
b) Manajemen tidak baik atau kurang
rapi.
c) Laporan keuangan tidak lengkap.
d) Penggunaan dana yang tidak sesuai
dengan perencanaan .
e) Perencanaan kurang matang.
f) Dana yng diberikan tidak cukup untuk
menjalankan usaha tersebut.
2.
Aspek eksternal.
a) Aspek pasar kurang mendukung.
b) Kemampuan daya beli masyarakat
kurang.
c) Kebijakan pemerintah.
d) Pengaruh lain diluar usaha.
e) Kenakalan peminjam. Sedangkan langkah
dalam menangani pembaiayaan bermasalah diantara yaitu:
1. Menganalisa sebab kemacetan terhadap
nasabah.
2. Menggali potensi peminjaman seperti
memberi motivasi untuk memajukan kembali usaha nasabah tersebut.
3. Melakukan perbaikan akad.
4. Memberi peminjaman ulang mungkin dalam
bentuk: pembiayaan al- qordul hasan.
5. Pelakukan penundaan pembayaan
angsuran dari nasabah.
6. Memperkecil angsuran dengan memperpanjang
waktu atau akad dan margin baru (rescheduling.)
7. Memperkecil margin keuntungan atau
bagi hasil.
8. Terakhir yaitu penyitaan barang
jaminan.
Terkait dengan landasan hukum Fatwa DSN
tentang pembiayaan bermasalah yaitu :
1. Fatwa DSN nomor 17/DSN-IX/2000
tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran.
2. Fatwa DSN nomor 23/DSN-IX/2002
tentang potongan pelunasan dalam murabahah .
3. Fatwa DSN nomor 46/DSN-IX/2005
tentang potongan tagihan murabahah.
4. Fatwa DSN nomor 47/DSN-IX/2005
tentang penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah tidak mampu membayar.
5. Fatwa DSN nomor 148/DSN-IX/2000
tentang penjadwalan kembali tagihan murabahah
6. Fatwa DSN nomor 49/DSN-IX/2005
tentang konversi akad murabahah.
4. Karakteristik
pembiayaan Murabahah
1.
Macam-Macam Pembiayaan Murabahah
a.
Murabahah
sederhana (tanpa pesanan) adalah bentuk akad murabahah ketika penjual
memasarkan barangnya kepada pembeli dengan harga sesuai harga perolehan
ditambah margin keuntungan yang diinginkan.
b.
Murabahah kepada
pesanan adalah bank /lembaga keuangan syariah melakukan pembelian barang
setelah ada pemesanan dari nasabah, bentuk murabahah ini melibatkan 3 pihak
yaitu pihak pemesan, pembeli dan penjual.
2. Manfaat
Pembiayaan Murabahah Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah),
transaksi produk murabahah meiliki beberapa
manfaat,demikian juga risiko yang harus diantisipasi. produk murabahah memberi
banyak manfaat kepada bank islam, salah satunya adalah keuntungan yang muncul
dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Serta
juga salah satu bentuk akad jual beli yang dapat menghindarkan kita dari riba.
Selain itu, sistem produk murabahah juga sangat sederhana, hal tersebut
memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah atau lembaga keuangan
syariah lainnya seperti BMT.
3. Resiko
Pembiayaan Dalam Produk Murabahah.
Diantara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi
antara lain sebagai berikut:
a.
Default atau
kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
b.
Fluktuasi harga komparatif, ini terjadi bila
harga suatu barang di pasar naik setelah membelikannya untuk nasabah. Bank/ BMT
tidak bisa mengubah harga jual tersebut.
c.
Penolakan
nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak nasabah karena berbagai sebab.
Bisa jadi karena rusak dalam perjalanansehingga nasabah tidak mau menerimanya.
Karena itu sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena
nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan.
d.
Dijual, karena
bai al-murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak
ditandatangani barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun
terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi
demikian, risiko untuk deflault (kelalaian) akan besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar