TEORI BELAJAR MATEMATIKA
1. Teori Thorndike
Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike disebut juga dengan koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukkan hubungan antara stimulus dan respon.
Terdapat beberapa dalil atau hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan(law of exercise) dan hukum akibat(law of effect).
2. Teori Skinner
Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif.
Penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Dalam teori Skinner dinyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan pada anak setelah berhasil menyelesaikan tugas dan sikap guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan.
Skiner menambahkan bahwa jika respon siswa baik(menunjang efektivitas pencapaian tujuan)harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi,atau minimalnya perbuatan baik itu dipertahankan.
3. Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai.
Bahan pelajaran akan lebih mudah dipahami jika bahan itu dirasakan bermakna bagi siswa
Kebermaknaan: sesuai dengan struktur kognitif, sesuai struktur keilmuan, memuat keterkaitan seluruh bahan (ihtisar/resume/rangkuman/ringkasan/bahan/peta)
Peta konsep adalah bagan / struktur tentang keterkaitan seluruh konsep secara terpadu / terorganisir (herarkhis, distributive/menyebar)
Ausubel membedakan antara belajar menemukan dan belajar menerima. Dalam belajar menerima siswa hanya menerima dan tinggal meghapalkan materi.Sedangkan pada belajar menemukan,siswa tidak menerima pelajaran begitu saja,tetapi konsep ditemukan oleh siswa.
Belajar bermakna lebih dilakukan dengan metode penemuan (discovery). Namun demikian, metode ceramah (ekspositori) bisa juga menjadi belajar bermakna jika berlajarnya dikaitkan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari, tidak hanya sampai pada tahap hapalan; bahan pelajaran harus cocok dengan kemampuan siswa dan sesuai dengan struktur kognitif siswa.
4. Teori Gagne
Menurut Gagne ada dua objek belajar matematika, yaitu:
A. Objek-objek langsung pembelajaran matematika terdiri atas :
a. Fakta-fakta matematika
b. Ketrampilan-ketrampilan matematika
c. Konsep-konsep matematika
d. Prinsip-prinsip matematika
B. Objek-objek tak langsung pembelajaran matematika adalah :
a. Kemampuan berfikir logis
b. Kemampuan memecahkan masalah
c. Sikap positif terhadap matematika
d. Ketekunan
e. Ketelitian
Delapan tipe belajar Gagne:
a. Isyarat
b. Stimulus respon
c. Rangkaian gerak
d. Rangkaian verbal
e. Belajar membedakan
f. Pembentukan konsep
g. Pembentukan aturan
h. Pemecahan masalah
5. Teori Pavlov
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Dalam kegiatan belajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan Pekerjaan Rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau member nilai terhadap hasil pekerjaannya.
6. Teori baruda (Belajar dengan Meniru)
Baruda melihat juga adanya kelemahan dalam teori Skinner, yaitu bahwa respon yang diberikan siswa yang kemudian diberi penguatan tidaklah esensial, menurutnya yang eseinsial adalah bahwa seseorang akan belajar dengan baik melalui peniruan, melalui apa yang dilihatnya dari seseorng, tayangan, dll yang menjadi model untuk ditiru. Pengertian meniru ini bukan berarti mencontek,tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain,terutama guru.
Jika tulisan guru baik, guru berbicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar,tingkah laku yang terpuji,menerangkan dengan jelas dan sistematik,maka siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh yang dilihatnya kurang baik iapun menirunya.Dengan demikian guru harus menjadi manusia model yang professional.
7. Teori Piaget
Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemata(Schemas), yaitu kumpulan dari skema- skema.Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya schemata ini.
Skemata ini berkembang secara kronologis,sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya, sehingga individu yang lebih dewasa memliki struktur kognitif yang lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil.
Tahap perkembangan kognitif:
• Tahap Sensori Motor (kurang dari 2 tahun)
• Tahap Pra Operasi(2 - 7 tahun)
Ini merupakan tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit.Operasi konkrit adalah berupa tindakan-tindakan kognitif seperti mengklasifikasikan sekelompok objek,menata letak benda berdasarkan urutan tertentu,dan membilang.
• Tahap Operasi Konkrit(7 - 11 tahun)
Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami konsep kekekalan, kemampuan mengklasifikasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berfikir reversible.
• Tahap Operasi Formal (11 tahun dan seterusnya)
Tahap ini merupakantahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu malakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung, dengan hanya menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi.
Tahapan perkembangan intelektual atau berfikir siswa di SD dalam Pembelajran Matematika yaitu :
· Kekekalan Bilangan (Banyak)
Bila anak telah memahami kekekalan bilangan, amak ia akan mengerti bahwa banyaknya benda-benda itu akan tetap walaupun letaknya berbeda-beda. Konsep kekekalan bilangan umumnya dicapai oleh siswa usia 6 sampai 7 tahun.
· Kekekalan Materi (Zat)
Anak baru bisa memahami yang sama atau berbeda itu dari satu sudut pandang yang tampak olehnya. Belum bisa melihat perbedaan atau persamaan dari dua karakteristik atau lebih. Hukum kekekalan materi umumnya dicapai oleh siswa usia 7 sampai 8 tahun.
· Kekekalan panjang
Konsep kekekalan panjang umumnya dicapai oleh siswa usia 8 sampai 9 tahun.
· Kekekalan luas
Hukum kekekalan luas umumnya dicapai oleh siswa usia 8 sampai 9 tahun.
· Kekekalan berat
Hukum kekekalan berat umumnya dicapai oleh siswa usia 9 sampai 10 tahun.
· Kekekalan isi
Usia sekitar 14-15 tahun atau 11-14 tahun anak sudah memiliki hukum kekekalan isi.
Tingkat pemahaman di usia SD masih mengalami kesulitan merumuskan defenisi dengan kata-katanya sendiri. Mereka belum dapat membuktikan dalil secara baik.
8. Teori Bruner
Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu,(dalam Hudoyo, 1990:48) Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi karena tanpa adanya situasi tersebut maka peserta didik tidak akan bisa bertahap menguasai konsep.
Bruner menyarankan keaktifan anak dalam proses belajar secara penuh agar anak dapat mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan,sehinggaanakan memahami materi yang harus dikuasai.
Dalam proses pembelajaran hendaknya siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda dengan menggunakan media pembelajaran matematika.Melalui penggunaan media pembelajaran matematika yang ada,siswa akan melihat langsung keteraturan dan pola strukur yang terdapat dalam penggunaan media pembelajaran matematika yang diperhatikannya.
Tahapan belajar menurut Brunner
1. Tahap enaktif
Dalam tahap ini siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek.
2. Tahap ikonik
Tahapan dimana kegiatan siswa berhubungan dengan mental, merupakan gambaran dari objek yang dimanipulasinya.
3. Tahap simbolik
Tahapan dimana anak-anak memanipulasi simbol-simbol atau objek tertentu.
Berdasarkan hasil pengamatannya, Brunner merumuskan 5 teorema dalam pembelajaran matematika, yaitu :
1) Teorema Penyusunan
Menerangkan bahwa cara yang terbaik memulai belajar suatu konsep matematika, dalil, defenisi, dan semacamnya adalah dengan cara menyusun penyajiannya. Misalnya dalam mempelajari penjumlahan bilangan positif dan negatif siswa mencoba sendiri dengan menggunakan garis bilangan.
2) Teorema Notasi
Menerangkan bahwa dalam pengajaran suatu konsep, penggunaan notasi-notasi matematika harus diberikan secara bertahap, dari yang sederhana ke yang lebih kompleks.
3) Teorema Pengkontrasan dan Keanekaragaman
Menerangkan bahwa pengontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan pengubahan konsep matematika dari yang konkrit ke yang lebih abstrak. Dalam hal ini diperlukan banyak contoh. Contoh yang diberikan harus sesuai dengan rumusan yang diberikan. Misalnya menjelaskan persegi panjang, disertai juga kemungkinan jajaran genjang dan segi empat lainnya selain persegi panjnag. Dengan demikian siswa dapat membedakan apakah segi empat yang diberikan padanya termasuk persegi panjang atau tidak.
4) Teorema Pengaitan
Menerangkan bahwa dalam matematika terdapat hubungan yang berkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain. Di mana materi yang satu merupakan prasyarat yang harus diketahui untuk mempelajari materi yang lain.
9. Teori Gestalt
Gestalt menyatakan bahwa penguasaan akan diperoleh apabila ada prasyaratndan latihan hafal atau drill yang diulang-ulang sehingga tidak mengherankan jika ada topic-topik di tata secara urut seperti perkalian bilangan cacah kurang dari sepuluh ( Rosseffendi,19993:115-116).
Tokoh aliran ini adalah John Dewey.Ia mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
b. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa.
c. Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.
10. Teori belajar W. Brownell
Menurutnya Belajar matematika merupakan belajar bermakna, dalam arti setiap konsep yang dipelajari harus benar-benar dimengerti sebelum sampai pada latihan atau hafalan.
Intisari dari Teori Makna adalah :
· Anak harus melihat makna dari apa yang dipelajarinya.
· Teori drill dipakai setelah konsep, prisip, dan proses telah dipahami oleh siswa.
· Mengembangkan kemampuan berfikir dalam situasi kuantitatif.
· Program aritmatika membahas tentang pentingnya dan makna dari bilangan.
11. Teori Dienes (Joyfull Learning)
Teori ini menyatakan bahwa “Tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkrit akan dapat dipahami dengan baik dan benda atau objek dalam bentuk pemainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.”
Dalam konsepnya itu, Dienes membagi tahap-tahap belajar dalam 6 tahap, yaitu :
a. Permainan Bebas (Free Play)
Yaitu dengan melakukan aktifitas yang tidak berstruktur dan tidak diarahkan.Di mana siswa mengadakan percobaan yang mengotak-atik benda-benda konkrit dan abstrak dari unsur yang sedang dipelajarinya itu.
b. Permainan yang Disertai Aturan (Games)
Siswa meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu.
c. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for comunities)
Siswa diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti.
d. Representasi (Representation)
Yaitu tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis.Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu yang bersifat abstrak.Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abtrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
e. Simbolisasi (Symbolization)
Yaitu merumuskan representasi dari setiap konsep dengan menggunakan simbol matematika.
f. Formalisasi (Formalization)
Dalam hal ini siswa dituntut untuk menurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut.
12. Teori Belajar Hanbury
Dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu
1) Siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki,
2) Matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,
3) Strategi siswa lebih bernilai,
4) Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
13. Teori Polya
Pemecahan masalah merupakan aktivitas intelektual yang paling tinggi. Pemecahan masalah harus didasarkan atas adanya kesesuaian dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa, supaya tidak terjadi stagnasi.
1) Memahami masalah
2) membuat rencana/cara penyelesaian masalah
3) menjalankan rencana/menyelesaikan masalah
4) melihat kembali/recek.
14. Freudenthal dan Treffers (RME: Realistic Mathematics Education)
• pematematikaan: horizontal (H), diteruskan Vertikal (V); realistic (H+,V+)
• mekanistik (drill & practice: (H- dan V-); empiris (H+, V-); strukturilistik (H-, V+)
15. Teori Van Hiele
Tahap perkembangan siswa dalam memahami geometri:
1) Pengenalan
2) analisis
3) pengurutan
4) deduksi
5) keakuratan (rigor)
Menurut Van Hiele ada tiga unsur dalam pengajaran matematika yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran, jika ketiganya ditata secara terpadu maka akan terjadi peningkatan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir lebih tinggi
16. John Dewey (CTL)
• mengkaitkan bahan pelajaran dengan situasi dunia nyata
• mendorong siswa menghubungkan yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, pengalaman sesungguhnya dan penerapannya / manfaatnya
• strategi: authentic, inkuiri, praktek kerja, pemecahan masalah
17. Aliran latihan mental
Otak diibaratkan seperti otot, jika ingin kuat harus sering dilatih, makin keras dan sulit latihannya akan lebih baik hasilnya.
18. Teori Tollman
Sesungguhnya, pada tahun 1930 pakar psikologi AS Edward C. Tolman sudah meneliti proses kognitif dalam belajar dengan penelitian eksperimen bagaimana tikus belajar mencari jalan melintasi maze (teka-teki berupa jalan yang ruwet). Ia menemukan bukti bahwa tikus-tikus percobaannya membentuk “peta kognitif” (atau peta mental) bahkan pada awal eksperimen, namun tidak menampakakan hasil belajarnya sampai mereka menerima penguatan untuk menyelesaikan jalannya melintasi maze—suatu fenomena yang disebutnya latent learning atau belajar latent. Eksperimen Tolman menunjukkan bahwa belajar adalah lebih dari sekedar memperkuat respons melalui penguatan.
19. Teori Clark Hull
Clark Hull mengemukaan konsep pokok teorinya yang sangat dipengaruhi oleh teori evolusi. Menurutnya tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup.
20. Teori Bloom dan Krathwohl
Teori Bloom dan Krathwohl mengemukakan tiga hal yang bisa dikuasai oleh siswa, meliputi: ranah kognitif, ranah psikomotor dan ranah Afektif. Tiga ranah itu tercakup dalam teori yang lebih dikenal sebagai Taksonomi Bloom.
21. Teori Kolb
Kolb membagi tahapan belajar ke dalam empat tahapan, yaitu:
a. pengalaman konkret
b. pengamatan aktif dan reflektif
c. konseptualisasi
d. eksperimentasi aktif
22. Teori Habermas
Habermas berpendapat bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Lebih lanjut ia mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian, yaitu:
a. belajar teknis
b. belajar praktis
c. belajar emansipatoris
23. Teori Landa
Menurut Landa ada dua proses berpikir. Pertama disebut proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu sasaran. Jenis kedua adalah cara berpikir heuristik, yakni cara berpikir divergen menuju ke beberapa sasaran sekaligus.
24. Teori Pask dan Scott
Pask dan Scott juga membagi proses berpikir manjadi dua macam. Pertama pendekatan serialis yang menyerupai pendekatan algoritmik yang dikemukakan Landa. Jenis kedua adalah cara berpikir menyeluruh yaitu berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
25. Teori Belajar Menurut Van Eugen
Teori ini menyatakan bahwa :
“Tujuan pengajaran aritmatika adalah untuk membantu anak memahami suatu simbol yang mewakili suatu himpunan, kejadian, dam serentetan kegiatan yang diberi simbol itu harus langsung dialami oleh anak.”
Van Eugen (1949), seorang penganut teori makna mengatakan bahwa dalam situasi yang bermakna selalu terdapat 3 unsur, yaitu :
a. Ada suatu kejadian (event), benda (object), atau tindakan (action).
b. Adanya simbol (lambang/notasi/gambar) yang digunakan sebagai penyataan yang mewakili unsur pertama di atas.
c. Adanya individu yang menafsirkan simbol-simbol yang mengacu kepada unsur pertama di atas.
Van Eugen membedakan makna (meaning) dan mengerti (understanding),. Mengerti mengacu pada sesuatu yang dimiliki oleh individu. Individu yang mengerti telah memiliki hubungan sebab akibat, implikasi logis dan sebaris pemikiran yang mengandungkan dua atau lebih pernyataan secata logis makna adalah sesuatu yang dibaca dari sebuah simbol oleh seorang anak. Dengan kata lain anak menyadari bahwa simbol adalah sesuatu pengganti suatu objek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar